“Peranan Kader Kesehatan dan Petugas Kesehatan”
Makalah
Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat
“Peranan Kader Kesehatan dan Petugas
Kesehatan”
Disusun
Oleh Kelompok 4 :
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Semester 5
Mata
Kuliah : Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
2017
“PERANAN KADER
KESEHATAN DAN PETUGAS KESEHATAN”
A.
Kader
Kesehatan
1.
Pengertian
Kader Kesehatan
Kader kesehatan masyarakat adalah
laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani
masalah-masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja
dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan
kesehatan. (Heru, 1993)
Kader kesehatan merupakan warga yang
terpilih dan diberi bekal keterampilan kesehatan melalui pelatihan oleh sarana
pelayanan kesehatan/Puskesmas setempat. Menjadi kader kesehatan merupakan salah
satu bentuk partisipasi masyarakat dalam Primary
Health Care (PHC). Kader kesehatan ini selanjutnya akan menjadi motor
penggerak atau pengelola dari upaya kesehatan primer. (Notoatmodjo, 2010)
Setiap program dengan sasaran masyarakat
khususnya program posyandu tidak akan berhasil jika masyarakat tidak mengerti
tentang pentingnya posyandu. Oleh sebab itu, sangat diperlukan adanya peran
serta dari petugas kesehatan dalam menunjang keberhasilan program tersebut.
Partisipasi atau peran serta masyarakat yang diharapkan terutama partisipasi
kader atau tokoh masyarakat dan dengaan peran serta kader kesehatan ini, bila
dilaksanankan dengan baik akan membantu dalam meningkatkan hasil cakupan
posyandu. (Runjati, 2010)
2.
Syarat-Syarat
Kader Kesehatan
Para kader kesehatan masyarakat itu
seyogyanya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan
mereka untuk membaca, menulis dan menghitung secara sederhana. (Heru, 1993)
Kader kesehatan masyarakat bertanggung
jawab terhadap masyarakat setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh
pusat pelayanan kesehatan. Diharapkan mereka melaksanakan petunjuk yang
diberikan oleh pembimbing dalam jalinan kerja dari sebuah tim kesehatan. (Heru,
1993)
Para kader kesehatan masyarakat itu
mungkin saja bekerja secara full time
atau part time (bekerja penuh atau
hanya memberikan sebagian dari waktunya) di bidang pelayanan kesehatan, mereka
tidak dibayar dengan uang atau bentuk lainnya oleh masyarakat setempat atau
oleh Pusat Kesehatan Masyarakat. Umumnya, masyarakat setempat menyediakan
sebuah rumah atau sebuah kamar serta beberapa peralatan secukupnya yang dirasa
sudah memenuhi persyaratan untuk dilakukannya sebuah pelayanan kesehatan. (Heru,
1993)
Syarat menjadi kader kesehatan itu sendiri adalah anggota masyarakat yang
memenuhi kriteria berikut : (Runjati, 2010)
a. Dipilih
dari dan oleh masyarakat setempat yang disetujui dan dibina oleh LKMD.
b. Dalam
melaksanakan kegiatan bertanggung jawab pada masyarakat melalui LKMD.
c. Mau
dan mampu bekerja secara sukarela.
d. Sebaiknya
dapat membaca dan menulis huruf latin.
e. Masih
mempunyai cukup waktu untuk bekerja bagi masyarakat di samping usahanya mencari
nafkah.
Pembangunan
di bidang kesehatan dipengaruhi oleh keaktifan masyarakat dan pemuka-pemukanya
termasuk kader, maka pemilihan calon kader yang akan dilatih perlu mendapat
perhatian. Proses pemilihan kader hendaknya melalui musyawarah dengan
masyarakat. Berikut ini merupakan persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan
untuk pemilihan calon kader. (Efendi, 2009)
a. Dapat
membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia dengan baik
b. Secara
fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader
c. Mempunyai
penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan
d. Aktif
dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya
e. Berwibawa,
dikenal masyarakat, dan dapat bekerja sama dengan masyarakat calon kader
lainnya
f. Sanggup
membina paling sedikit 10 kepala keluarga untuk meningkatkan keadaan kesehatan
lingkungan
Kader
kesehatan mempunyai peran besar dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat
menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu,
kader ikut serta dalam membina masyaraakt di bidang kesehatan melalui kegiatan
yang dilakukan di posyandu. (Efendi, 2009)
3.
Fungsi
Kader Kesehatan
Kader adalah tenaga yang berasal dari
masyarakat, dipilih oleh masyarakat dan bekerja sama dengan masyarakat serta
sukarela. Tujuan pembentukan kader ialah untuk membantu masyarakat mengembangkan
kemampuan mengenal dan memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi sesuai
kemampuan. Adapun fungsi dari kader kesehatan adalah sebagai berikut.
(Syafrudin, 2009)
a. Sebagai
pelopor dalam pelaksanaan kegiatan kesehatan.
b. Pelaksanan
dan pemelihara kegiatan program pengembangan masalah.
c. Menjaga
kelangsungan kegiatan kesehatan.
d. Membantu
dan menghubungkan antara masyarakat dengan lembaga-lembaga yang bekerja dalam
pembangunan masyarakat.
e. Pemberitahuan
ibu hamil untuk bersalin di tenaga kesehatan.
f. Pengenalan
tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas serta rujukannya.
g. Pengenalan
diri Tetanus Neonatorum dan BBLR serta rujukannya.
h. Penyuluhan
Gizi dan KB.
i.
Pencatatan kelahiran dan kematian ibu
dan bayi.
j.
Promosi tabungan ibu bersalin, donor
darah berjalan dan ambulan desa.
Fungsi kader dalam bidang kesehatan juga
berperan dalam kelangsungan kegiatan posyandu. Pada kegiatan posyandu kader
bertugas untuk memberitahukan hari dan jam buka posyandu kepada ibu-ibu
pengguna posyandu (ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan anka balita, serta
ibu usia subur) sebelum hari buka posyandu. Kader juga menyiapkan peralatan
untuk penyelenggaraan posyandu sebelum posyandu dimulai seperti menyiapkan
timbangan, bukti catatan/SBP, KMS, alat peraga penyuluhan, oralit, dan
lain-lain. (Runjati, 2010)
Kader posyandu bekerja pada sistem 5
(lima) meja posyandu serta melakukan penyuluhan kelompok kepada ibu-ibu sebelum
meja 1 atau setelah meja 5 (bila diperlukan). Dalam kegiatan posyandu kader
sebaiknya mengethui dan dapat menjelaskan jenis-jenis kegiatan posyandu, yaitu
: (Runjati, 2010)
a. Program
KIA. Mengusahakan agar setiap ibu hamil berada dalam keadaan sebaik-baiknya dan
melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, serta dapat menyelesaikan
kehamilannya dengan selamat dan melahirkan bayi yang sehat.
b. Program
KB. Tujuan utama dari program KB adalah menjarangkan kehamilan, serta menunda
usia perkawinan.
c. Program
gizi. Salah satu program gizi yang paling utama, untuk menanggulangi masalah
gizi kurang adalah usaha perbaikan gizi keluarga pada (UPGK). UPGK adalah suatu
pokok kegiatan terpadu untuk menanggulangi kekurangan kalori dan protein.
Kegiatannya antara lain pemberian makanan tambahan (PMT), pemberian zat besi
pada ibu hamil, ibu menyusui dan masyarakat yang membutuhkan tambahan gizi melalui
tanaman obat keluarga (TOGA).
d. Program
imunisasi, berujuan melindungi masyarakat dari penyakit menular yang dapat
dicegah dengan imunisasi yaitu penyakit TBC, difteri, pertusus, campak,
tetanus, dan hepatitis B.
e. Program
penanggulangan diare, bertujuan untuk menurunkan angka kematian karena diare,
serta akibat diare khususnya kurang gizi.
Diluar jadwal posyandu, kegiatan yang
dapat dilakukan kader kesehatan adalah melakukan kunjungan rumah, khususnya
pada kegiatan yang menunjang pelayanan KB, KIA, gizi, imunisasi dan
penanggulangan diare pada ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan balita, serta
pasanagan usia subur, untuk memberi penyuluhan dan mengingatkan agar datang ke
posyandu. (Runjati, 2010)
Selain itu kader melakukan kegiatan
penunjuang uoaya kesehatan lain sesuai dengan permasalahn yang ada di
masyarakat, seperti pemberantasan penyakit, penyehatan rumah, pembersihan
sarang nyamuk, pembuangan sampah, penyediaan sarana air bersih, dana sehat,
penyediaan sarana jamban keluarga, dan kegiatan pembangunan lainnya yang
berkaitan dengan kesehatan. (Runjati, 2010)
Di luar posyandu kader berperan dalam
merencanakan kesehatan, melakukan komunikasi informasi dan motivasi,
menggerakkan, memberikan pelayanan, melakukan pencatatan, melakukan upaya
pembinaan mengenai lima program terpadu KB, kesehatan, dan upaya kesehatan
lainnya. Serta bertugas melaporkan segala kegiatan yang telah dilakukan.
(Runjati, 2010)
4.
Keuntungan
Keberadaan Kader Kesehatan
Perilaku
kesehatan tidak terlepas dari kebudayaan masyaraakt. Dalam upaya untuk
menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan sosial
budaya masyaraakt. Sehingga untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya
pembangunan, khususnya dalam bidang kesehatan, akan membawa hasil yang baik
bila prosesnya melalui pendekatan dengan edukatif yaitu, berusaha menimbulkan
kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan memperhitungkan sosial
budaya setempat. (Efendi, 2009)
Dengan
terbentuknya kader kesehatan, maka pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat
dibantu oleh masyarakat. Dengan demikian, masyarakat bukan hanya merupakan
objek pembangunan, tetapi juga merupakan mitra pembangunan itu sendiri.
Selanjutnya, dengan adanya kader maka pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima
dengan sempurna, jelaslah bahwa pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan
dalam bidang kesehatan. (Efendi, 2009)
a.
Peranan
Kader Kesehatan dalam Usaha Kesehatan Primer
Melalui kegiatannya sebagai kader
diharapkan mampu menggerakkan masyarakat untuk melakukan kegiatan yang bersifat
swadaya dalam rangka peningkatan status kesehatan. Kegiatan- kegiatan yang
dilakukan meliputi kegiatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif. Meskipun pengobatan tradisional atau self treatment merupakan hal yang sudah oleh masyarakat banyak,
tetapi upaya kesehatan primer yang dikelola oleh kader merupakan hal yang masih
baru bagi masyarakat. (Notoatmodjo, 2010)
Pada pengobatan tradisional, misalnya
oleh dukun bayi atau dukun patah tulang, maka pelaku aktif kegiatan pengobatan
tradisional merupakan figur yang sudah dikenal oleh masyarakat, karena disini
biasanya terjadi proses “alih generasi” melalui faktor keturunan. Hal ini
memberikan suatu kreadibilitas tersendiri bagi dukun yang bersangkutan,
khususnya kreadibilitas dalam segi kemampuan (competent credibility) maupun kreadibilitas dalam segi kepercayaan
(safety credibility). (Notoatmodjo,
2010)
Pengelolaan kegiatan upaya kesehatan
primer di lain pihak dilaksanakan oleh kader kesehatan yang sebelumnya
seringkali tidak dikenal mempunyai keterampilan kesehatan/pengobatan. Meskipun
figur kader itu sendiri bukan orang yang asing bagi masyarakat sekitarnya,
tetapi peranannya sebagai seorang yang mempunyai keterampilan dibidang
kesehatan/pengobatan adalah merupakan hal baru bagi masyarakat dilingkungannya.
Oleh karena itulah, seorang kader seringkali memulai kegiatannya tanpa bekal
dari segi competent credibility.
Dalam hal kader tersebut sebelumnya memang sudah merupakan seorang tokoh
masyarakat yang disegani, maka di sini kader tersebut setidaknya sudah memiliki
safety credibility. (Notoatmodjo,
2010)
Faktor kreadibilitas ini merupakan hal
yang penting dimiliki oleh seorang kader kesehatan, karena tanpa kreadibilitas,
ia tidak akan dapat mengembangkan peranannya untuk mengelola suatu upaya
kesehatan primer. Disinilah peranan petugas kesehatan atau lembaga pelayanan
kesehatan profesional setempat menjadi penting untuk membantu kader kesehatan
memperoleh kreadibilitas dimata masyarakat lingkungannya. (Notoatmodjo, 2010)
Competent
creadibility bisa diperoleh melalu keterampilan
dibidang teknik-teknik kesehatan sederhana, sehingga seorang kader kesehatan
mampu memberikan nasihat-nasihat teknis kepada masyarakat yang memerlukannya.
Melalui keterampilan ini secara bertahap ia akan mengembangkan citra dirinya
sebagai seorang yang dapat dipercaya (safety
creadibility). Bekal kreadibilitas ini akan membantunya untuk secara
efektif menjalankan peran sebagai pengelola upaya kesehatan primer. Petugs
kesehatan setempat bisa membantu kader untuk memperoleh kreadibilitas ini jika
antara petugas dan kader bisa dikembangkan suatu interaksi yang bersifat partnership, jika pembimbingan
(supervisi) dilaksanankan secara edukatif. Memperlakukan kader kesehatan hanya
sekedar sebagai perpanjangan tangan (extension) dari petugas atau bahkan
sebagai “pembantu” petugas akan menyebabkan kader kehilangan kreadibilitasnya
di mata masyarakat. Bagi kader sendiri perlakuan seperti itu terhadap dirinya
jelas bukan merupakan sesuatu yang rewarding.
Dampaknya akan terlihat dalam bentuk tidak berjalannya upaya kesehatan primer
yang dikelola kader atau dalam bentuk tingginya drop out kader. (Notoatmodjo, 2010)
Dalam pengembangan kader kesehatan
terdapat unsur kesukarelaan (volunterism)
yang merupakan hal penting, karena fungsi sebagai kader memeang merupakan suatu
tugas sosial. Tetapi ini tidak berarti seorang kader tidak memerlukan
penghargaan (reward), baik yang
sifatnya non-material ataupun yang bersifat material. Tidak adanya mekanisme
pemberian penghargaan untuk kader dapat mempengaruhi kelestarian kegiatan
kader. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu mekanisme, dimana secara built in fungsi sebagai kader merupakan
sesuatu yang menimbulkan kepuasan (rewarding).
Kepuasan ini timbul jika kader merasakan bahwa kreadibilitasnya menjadi
meningkat dengan aktivitasnya sebagai kader. (Notoatmodjo, 2010)
b.
Peran
Kader dalam Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan
Peran praktisi pada saat ini adalah
untuk membawa orang bersama-sama kelompok kecil sekitar isu-isu yang mereka
anggap penting untuk kehidupan mereka, dengan cara yang tidak terlalu
mengendalikan termasuk didalamnya : (Anita, 2015)
1) Kelompok
swadaya diorganisisr sekitar suatu masalah tertentu seperti dukungan bergabung dalam
kelompok.
2) Kelompok
kesehatan masyarakat yang biasanya datang bersama-sama untuk mengkampanyekan
isu tertentu seperti polusi atau transportasi kebutuhan lingkungan kelompok
sosial dikecualikan seperti sebagai usia.
3) Proyek
kesehatan pengembangan masyarakat seperti proyek berbasis lingkungan mengatur
untuk mengatasi masalah-masalah lokal seperti perumahan yang buruk, dan dengan
dukungan pemerintah dan seorang pekerja kesehatan masyarakat yang dibayar.
Salah satu kegiatan posyandu adalah
pelayanan kesehatan dasar oleh kader atau petugas kesehatan dengan sasran bayi,
anak balita, ibu hamil dan pasangan usia subur. Khusus kepada kader posyandu,
perlu dilakukan peningkatan keterampilan advokasi dan negosiasi secara periodik
sehingga lebih percaya diri dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan. (Anita,
2015)
5.
Pembinaan
Kader Kesehatan
Pembinaan pada kader kesehatan akan
tergantung pada tugas-tugas mereka, masalah yang dihadapi, tingkat pembangunan
yang sudah dicapai oleh masyarakat setempat serta tingkat pendidikan terakhir
mereka. Bagi para kader kesehatan masyarakat yang bekerja di pedesaan, mungkin
saja lama pelatihan yang mereka butuhkan adalah selama 6 hingga 8 minggu,
tetapi mungkin saja akan lebih lama lagi dari yang telah diperkirakan. Tentu
saja pelatihan itu harus amat praktis dan juga dilakukan di wilayah pelayanan
kesehatan itu diberikan serta tempat dimana mereka tinggal dan akan bekerja. (Heru,
1993)
Bila memungkinkan para pembimbing
memegang peranan utama dalam program pelatihan yang diselenggarakan ini.
Selanjutnya program-program pengawasan atau pengamatan yang dilakukan harus
meliputi pengadaan pendidikan lanjutan, latihan di tempat atau latihan di
tengah-tengah masyarakat, latihan keterampilan di Puskesmas atau di
tempat-tempat lainnya. (Heru, 1993)
Pembinaan kader kesehatan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan atau petugas puskesmas dilakukan dengan cara sebagai
berikut : (Kementerian Kesehatan
RI, 2011)
a. Melakukan
pertemuan rutin dengan kader untuk membahas permasalahan kesehatan yang sedang
dihadapi.
b. Membina
kader untuk melakukan pemantauan di setiap wilayah, terutama di wilayah
potensial terjadinya penyakit.
c. Pembinaan
kesehatan di tingkat tatanan rumah tangga, tatanan sekolah, tatanan
tempat-tempat umum, tatanan tempat kerja dan tatanan institusi kesehatan dengan
berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
B.
Petugas
Kesehatan
1.
Pengertian
Petugas Kesehatan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. (Kurniati, 2012)
Tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang memperoleh pendidikan baik formal maupun non
formal yang mendedikasikan diri dalam berbagai upaya yang bertujuan mencegah,
mempertahankan, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (Kurniati,
2012)
Tenaga
kesehatan terdiri atas tenaga medis (dokter dan dokter gigi), tenaga
keperawatan (perawat dan bidan), tenaga kefarmasian (apoteker, analis farmasi
dan asisten apoteker), tenaga kesehatan masyarakat (epidemiolog kesehatan,
entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan, dan sanitarian), tenaga gizi (nutrisionis
dan dietisien), tenaga keterapian
fisik (fisioterapi, okupasiterapis, dan terapis wicara), serta tenaga
keterampilan fisik (radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik,
teknisi transfusi, dan perekam medis). (Kurniati, 2012)
2.
Syarat-Syarat
Petugas Kesehatan Sebagai Change Agent
Keberhasilan
pembangunan kesehatan ditentukan oleh mutu tenaga kesehatan. Tuntutan output
tenaga kesehatan yang berkualitas semakin mendesak karena semakin kompleksnya
permasalahan kesehatan saat ini. Layanan kesehatan yang bermutu adalah layanan
kesehatan yang selalu berupaya memenuhi harapan masyarakat sehingga masyarakat
akan selalu puasakan pelayanan yang diberikan oleh seorang tenaga kesehatan. (Kurniati,
2012)
Perencanaan
kebutuhan Tenaga Kesehatan secara nasional disesuaikan dengan kebutuhan
berdasarkan masalah kesehatan, kebutuhan pengembangan program pembangunan
kesehatan, serta ketersediaan Tenaga Kesehatan tersebut. Pengadaan Tenaga
Kesehatan sesuai dengan perencanaan kebutuhan diselenggarakan melalui
pendidikan dan pelatihan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun masyarakat,
termasuk swasta. (Kurniati, 2012)
Pembinaan
dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan terutama ditujukan untuk meningkatkan
kualitas Tenaga Kesehatan sesuai dengan Kompetensi yang diharapkan dalam
mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia.
Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan dilakukan melalui peningkatan
komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan Tenaga
Kesehatan serta legislasi yang antara lain meliputi sertifikasi melalui Uji Kompetensi,
Registrasi, perizinan, dan hak-hak Tenaga Kesehatan. (Kurniati,
2012)
Penguatan
sumber daya dalam mendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan dilakukan
melalui peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan, penguatan sistem informasi
Tenaga Kesehatan, serta peningkatan pembiayaan dan fasilitas pendukung lainnya.
(Kurniati,
2012)
Dalam
rangka memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada Tenaga
Kesehatan, baik yang melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat maupun yang
tidak langsung, dan kepada masyarakat penerima pelayanan itu sendiri, diperlukan
adanya landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta sosial ekonomi dan budaya.
(Kurniati,
2012)
Sumber
daya manusia dalam suatu organisasi sangat berperan penting, terutama dibidang
kesehatan, karena mutu pelayanan terhadap publik sangat di tentukan oleh SDM
yang bekerja di dalamnya. Untuk meningkatkan pelayanan, tentunya diperlukan
suatu pengembangan bagi SDM-nya. Pengembangan SDM merupakan upaya manajemen
yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan
kompetensi pekerja dan unjuk kerja organisasi melalui program pelatihan,
pendidikan dan pengembangan. (Kurniati, 2012)
3.
Fungsi
Petugas Kesehatan Sebagai Change Agent
a.
Pelaksanan
Promosi Kesehatan
Setiap
petugas kesehatan yang melayani pasien dan ataupun individu sehat (misalnya dokter,
perawat, bidan, tenaga gizi, petugas laboratorium dan lain-lain) wajib
melaksanakan promosi kesehatan. Namun demikian tidak semua strategi promosi
kesehatan yang menjadi tugas utamanya, melainkan hanya pemberdayaan. (Kementerian
Kesehatan RI, 2011)
Pada
hakikatnya pemberdayaan adalah upaya membantu atau memfasilitasi pasien/klien, sehingga
memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk mencegah dan atau mengatasi
masalah kesehatan yang dihadapinya (to
facilitate problem solving), dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). Dalam pelaksanaannya, upaya ini umumnya berbentuk pelayanan informasi atau
konsultasi. Artinya, tenaga-tenaga kesehatan Puskesmas tidak hanya memberikan pelayanan
teknis medis atau penunjang medis, melainkan juga penjelasan-penjelasan
berkaitan dengan pelayanannya itu. Apalagi jika pasien ataupun individu sehat
menanyakannya atau menginginkan penjelasan. Sedangkan jika mereka diam saja pun,
tenaga kesehatan Puskesmas harus mengecek apakah diamnya itu karena sudah tahu
atau sebenarnya belum tahu tetapi segan/tidak berani bertanya. (Kementerian
Kesehatan RI, 2011)
Tantangan
pertama dalam pemberdayaan adalah pada saat awal, yaitu pada saat meyakinkan seseorang
bahwa suatu masalah kesehatan (yang sudah dihadapi atau yang potensial) adalah masalah
bagi yang bersangkutan. Sebelum orang tersebut yakin bahwa masalah kesehatan
itu memang benar-benar masalah bagi dirinya, maka ia tidak akan peduli dengan
upaya apa pun untuk menolongnya. Tantangan berikutnya datang pada saat proses
sudah sampai kepada mengubah pasien/klien dari mau menjadi mampu. Ada orang-orang
yang walaupun sudah mau tetapi tidak mampu melakukan karena terkendala oleh sumber
daya (umumnya orang-orang miskin). Ada juga orang-orang yang sudah mau tetapi
tidak mampu melaksanakan karena malas. (Kementerian Kesehatan
RI, 2011)
Orang
yang terkendala oleh sumber daya (miskin) tentu harus difasilitasi dengan
diberi bantuan sumber daya yang dibutuhkan. Sedangkan orang yang malas dapat
dicoba rangsang dengan “hadiah” (reward) atau harus “dipaksa” menggunakan
peraturan dan sanksi (punishment). (Kementerian Kesehatan
RI, 2011)
b.
Petugas Khusus Promosi Kesehatan
Petugas
khusus promosi kesehatan diharapkan dapat membantu para petugas kesehatan lain
dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu dengan:
(Kementerian Kesehatan
RI, 2011)
1)
Menyediakan alat bantu/alat peraga atau media
komunikasi guna memudahkan petugas kesehatan dalam melaksanakan pemberdayaan.
2)
Menyelenggarakan bina suasana baik secara
mandiri atau melalui kemitraan dengan pihak-pihak lain.
3)
Menyelenggarakan advokasi dalam rangka
kemitraan bina suasana dan dalam mengupayakan dukungan dari pembuat kebijakan
dan pihak-pihak lain (sasaran tersier).
Dalam keterbatasan sumber daya manusia kesehatan,
sehingga belum dimungkinkan adanya petugas khusus promosi kesehatan di setiap
Puskesmas, maka di dinas kesehatan kabupaten/kota harus tersedia tenaga khusus
promosi kesehatan. Tenaga ini berupa pegawai negeri sipil dinas kesehatan
kabupaten/kota yang ditugasi untuk melaksanakan promosi kesehatan. Petugas ini
bertanggung jawab membantu pelaksanaan promosi kesehatan di Puskesmas. (Kementerian Kesehatan RI, 2011)
Oleh karena itu, agar kinerja mereka
baik, seyogyanya di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terdapat lebih dari seorang
tenaga khusus promosi kesehatan (jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan setiap orang
untuk membantu jumlah Puskesmas yang ada). Jika tidak mungkin diperoleh dari
Pegawai Negeri Sipil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk tenaga khusus promosi
kesehatan ini dapat direkrut tenagatenaga dari organisasi kemasyarakatan yang ada
(seperti Aisyiyah, Perdhaki dan lain-lain) melalui pola kemitraan. (Kementerian Kesehatan RI, 2011)
c.
Peran
Petugas Kesehatan
Peran
petugas kesehatan adalah sebagai berikut : (Syafrudin, 2009)
1) Sebagai
Pembimbing (Guade)
Yang
memberi jalan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan oleh masyarakat
tersendiri dengan cara yang efektif.
2) Sebagai
Enabler
Yaitu
untuk memunculkan dan mengarahkan kesehatan yang ada dalam masyarakat untuk
diperbaiki. Petugas berfungsi sebagai “Salesman” yang menawarkan jalan keluar.
3) Sebagai
Ahli (Expert)
Memberikan
keterangan dalam bidang yang dikuasai, beberapa fakta-fakta rekomendasi tentang
apa yang harus dipilih.
DAFTAR PUSTAKA
Anita, Betri. Dkk. 2015. Puskesmas dan Jaminan Kesehatan Nasional.
Yogyakarta : Penerbit Deepublish.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatani. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Heru, Adi. 1993. Kader Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah
Kesehatan : Panduan bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan.
Kurniati, Anna dan Ferry Efendi. 2012. Kajian SDM Kesehatan di Indonesia.
Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi.
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Runjati. 2010. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Syafrudin, Dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk
Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : CV. Trans Info Medika.
Komentar
Posting Komentar