Makalah Manajemen Bencana : “Triase Bencana serta Berpikir Kritis dan Sistematis”
Makalah
Manajemen Bencana
“Triase Bencana serta Berpikir
Kritis dan Sistematis”
Disusun Oleh Mahasiswa Semester 6
Program Studi Ilmu Kesehatan Mayarakat
Universitas Muhammadiyah Bengkulu
BAB I
PENDAHULUAN
Triase adalah
penilaian, pemilihan dan pengelompokan penderita yang mendapat penanganan medis
dan evakusasi pada kondisi kejadian masal atau kejadian bencana. Penanganan
medis yang diberikan berdasarkan prioritas sesuai dengan keadaan penderita. Tujuan
Triage adalah untuk memudahkan penolong untuk memberikan petolongan dalam
kondisi korban masalah atau bencan
dan diharapkan banyak penderita yang memiliki kesempatan untuk bertahan hidup.
Saat ini kemampuan berpikir kritis sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, karena untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya, seperti
kemampuan untuk membuat keputusan dan menyelesaian masalah. Banyak sekali
fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang perlu dikritisi.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak lama. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak lama. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini.
Rumusan masalah
pada makalah ini yaitu :
1.
Apa yang dimaksud dengan Triase ?
2.
Bagaimana konsep dan model-model triase bencana ?
3.
Apa yang dimaksud dengan berfikir kritis dan sistematis ?
Tujuan pada makalah
ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Triase.
2.
Untuk mengetahui bagaimana konsep dan model-model triase
bencana.
3.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan berfikir kritis
dan sistematis.
BAB II
PEMBAHASAN
Triase berasal
dari Bahasa Prancis “Trier” berarti
mengambil atau memilih. Adalah
penilaian, pemilihan dan pengelompokan penderita yang mendapat penanganan medis
dan evakusasi pada kondisi kejadian masal atau kejadian bencana. Penanganan
medis yang diberikan berdasarkan prioritas sesuai dengan keadaan penderita.
Tujuan
Triage adalah untuk memudahkan penolong untuk memberikan petolongan dalam
kondisi korban masalah atau bencan
dan diharapkan banyak penderita yang memiliki kesempatan untuk bertahan hidup.
Triage secara umum dibagi menjadi dua yakni Triage di UGD/IGD Rumah Sakit dan
Triage di Bencana.
Triase adalah
proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk
menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Tindakan ini
merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah massal.
Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat
kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status
triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk
triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging
system) atau sistim triase
Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Pendekatan yang
dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban adalah yang dijumpai
pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai berikut :
a. Prioritas
Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan
tidak mungkin diresusitasi.
b. Prioritas
Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan tindakan
dan transport segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau
maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).
c. Prioritas
Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak
akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen tanpa shok,
cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala
atau tulang belakang leher, serta luka bakar ringan).
d. Prioritas
Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak
membutuhkan stabilisasi segera (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi
ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas serta gawat
darurat psikologis).
Penuntun Lapangan START berupa penilaian
pasien 60 detik yang mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental untuk
memastikan kelompok korban seperti yang memerlukan transport segera atau tidak,
atau yang tidak mungkin diselamatkan, atau mati. Ini memungkinkan penolong
secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian
segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Sistim METTAG atau
pengkodean dengan warna tagging system yang sejenis bisa digunakan
sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.
Sistem triase terdiri dari
Disaster dan Non Disaster. Disaster digunakan untuk menyediakan
perawatan yang lebih efektif untuk pasien dalam jumlah banyak. Sedangkan Non
Disaster digunakan untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap
individu pasien.
1) Konsep Triase antara lain :
a)
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi
kondisi mengancam nyawa
b)
Tujuan kedua adalah untuk memprioritaskan
pasien menurut ke akutannya
c)
Pengkatagorian mungkin ditentukan sewaktu-waktu
d)
Jika ragu, pilih prioritas yang lebih tinggi
untuk menghindari penurunan triage
2) Triase diklasifikasi
berdasarkan pada :
a)
Tingkat pengetahuan
b)
Data yang
tersedia
c)
Situasi yang
berlangsung
3)
Sistem klasifikasi menggunakan nomor, huruf
atau tanda. Adapun klasifikasinya sebagai berikut :
a) Prioritas 1
atau Emergensi
·
Pasien dengan kondisi mengancam nyawa,
memerlukan evaluasi dan intervensi segera
·
Pasien dibawa ke ruang resusitasi
·
Waktu tunggu 0 (Nol)
b) Prioritas 2
atau Urgent
·
Pasien dengan
penyakit yang akut
·
Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau
jalan kaki
·
Waktu tunggu 30 menit
·
Area Critical care
c) Prioritas 3
atau Non Urgent
·
Pasien yang
biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal
·
Luka lama
·
Kondisi yang
timbul sudah lama
·
Area ambulatory
/ ruang P3
d) Prioritas 0
atau 4 Kasus kematian
·
Tidak ada respon
pada segala rangsangan
·
Tidak ada
respirasi spontan
·
Tidak ada bukti
aktivitas jantung
·
Hilangnya respon
pupil terhadap cahaya
4)
Klasifikasi Triage Dalam Gambaran Kasus
a)
Prioritas 1 – Kasus Berat
·
Perdarahan berat
·
Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
·
Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang
cepat
·
Fraktur terbuka dan fraktur compound
·
Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
·
Shock tipe apapun
b)
Prioritas 2 – Kasus Sedang
·
Trauma thorax non asfiksia
·
Fraktur tertutup pada tulang panjang
·
Luka bakar terbatas
·
Cedera pada bagian / jaringan lunak
c)
Prioritas 3 – Kasus Ringan
·
Minor injuries
·
Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan
d)
Prioritas 0 – Kasus Meninggal
·
Tidak ada respon pada semua rangsangan
·
Tidak ada respirasi spontan
·
Tidak ada bukti aktivitas jantung
·
Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
Sistim METTAG
atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai
bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area
Tindakan Utama sesuai keadaan.
Ketua Tim Medik
mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders)
untuk secara cepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan
selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag. Umumnya
tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga melakukan
tindakan pasca triase dan setelah triase selesai. Kondisi penilaian di tempat dan prioritas triase antara
lain :
a. Pertahankan
keberadaan darah universal dan cairan.
b. Tim respons
pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah
korban untuk menentukan tingkat respons yang memadai.
c. Beritahukan koordinator
untuk mengumumkan musibah massal dan kebutuhan akan dukungan antar instansi
sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian.
d. Kenali dan
tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :
1) Petugas Komando
Musibah
2) Petugas
Komunikasi
3) Petugas
Ekstrikasi/Bahaya
4) Petugas Triase
Primer
5) Petugas Triase
Sekunder
6) Petugas
Perawatan
7) Petugas Angkut
atau Transportasi
e. Kenali dan
tunjuk area sektor musibah massal :
1) Sektor
Komando/Komunikasi Musibah
2) Sektor Pendukung
(Kebutuhan dan Tenaga)
3) Sektor Musibah
4) Sektor
Ekstrikasi/Bahaya
5) Sektor Triase
6) Sektor Tindakan
Primer
7) Sektor Tindakan
Sekunder
8) Sektor Transportasi
f. Rencana Pasca
Kejadian Musibah massal :
1) Kritik Pasca
Musibah
2) CISD
(Critical Insident Stress Debriefing)
Bencana merupakan peristiwa yang terjadi secara
mendadak atau tidak terncana atau secara perlahan tetapi berlanjut, baik yang
disebabkan alam maupun manusia, yang dapat menimbulkan dampak kehidupan normal
atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa
untuk menolong, menyelamatkan manusia beserta lingkunganya.
Penilaian awal
korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan
tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan
untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi
dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena
trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan
untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma).
Kematian dini
diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak
adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak
memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan/atau
rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya. Cedera penyebab kematian
dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme cedera, usia, sex, bentuk
tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk
menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera/kelainan pengancam jiwa dan untuk
memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan
definitif atau transfer kefasilitas sesuai.
Saat penolong (tenaga medis) memasuki daerah bencana
yang tentunya banyak memiliki koran yang terpapar hal yang pertama kali harus
dipikirkan oleh penolong adalah Penilaian TRIASE. Triase dibagi
menjadi penilaian triase pada psikologis korban dan menilai
triase medis.
Dalam Triase Medis
sebaiknya menggunakan metode START (Simple Triage and Rapid Treatment) yaitu
memilih korban berdasarkan pengkajian awal terhadap penderita degan menilai
Respirasi, Perfusi, dan Status Mental.
Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan penolong
saat terjadi bencana :
a.
Penolong pertama melakukan penilaian
cepat tanpa menggunakan alat atau melakuakan tindakan medis.
b.
Panggil penderita yang dapat
berjalan dan kumpulkan diarea pengumpulan
c.
Nilai penderita yang tidak dapat
berjalan, mulai dari posisi terdekat dengan penolong.
d.
Inti Penilaian Triage Medis (TRIASE dalam
bencana memiliki 4 warna Hitam (penderita sudah tidak dapat ditolong
lagi/meninggal), Merah (penderita mengalami kondisi kritis sehingga memerlukan penanganan
yang lebih kompleks), Kuning (kondisi penderita tidak kritis), Hijau
(penanganan pendirita yang memiliki kemungkinan hidup lebih besar. Penderita
tidak memiliki cedera serius sehingga dapat dibebaskan dari TKP agar tidak
menambah korban yang lebih banyak. Penderita yang memiliki hidup lebih banyak
harus diselamatkan terlebih dahulu).
1)
Langkah 1: Respirasi
·
Tidak bernapas, buka jalan napas,
jika tetap tidak bernapas beri TAG HITAM
·
Pernfasan >30 kali /menit atau
<10 kali /meni beri TAG MERAH
·
Pernafasn 10-30 kali /menit:
lanjutkan ke tahap berikut
2)
Langkah 2: Cek perfusi (denyut nadi
radial) atau capillary refill test (kuku atau bibir kebiruan)
·
Bila CRT > 2 detik: TAG MERAH
·
Bila CRT < 2 detik: tahap
berikutnya
·
Bila tidak memungkinankan untu CRT (pencahayaan
kurang), cek nadi radial, bila tidak teraba/lemah; TAG MERAH
·
Bila nadi radial teraba: tahap
berikutnya
3)
Langkah 3: Mental Status
·
Berikan perintah sederhana kepada
penderita, jika dapat mengikuti perintah: TAG KUNING
·
Bila tidak dapat mengikuti perintah:
TAG MERAH
Tindakan yang haru CEPAT dilakuakn adalah :
·
Buka jalan napas, bebaskan benda
asing atau darah
·
Berikan nafas buatan segara jika
korban tidak bernafas
·
Balut tekan dan tinggikan jika ada
luka terbuka/perdarahan
Setelah
memberikan tindakan tersebut, penolong memberikan tag/kartu sesuai penilaian
triase (hijau, kuning, merah, hitam), setelah itu menuju
korban lainya yang belum dilakukan triase. Triase wajib dilakukan dengan kondisi ketika penderita/korban melampaui jumlah
tenaga kesehatan.
Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan
secara berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan
persepsi. Critical berasal dari bahasa Grika yang berarti : bertanya,
diskusi, memilih, menilai, membuat keputusan. Kritein yang berarti to
choose, to decide. Krites berarti judge. Criterion
(bahasa Inggris) yang berarti standar, aturan, atau metode. Critical
thinking ditujukan pada situasi, rencana dan bahkan aturan-aturan yang
terstandar dan mendahului dalam pembuatan keputusan (Mz. Kenzie).
Pengertian berpikir kritis
dikemukakan oleh banyak pakar. Beberapa di antaranya : Gunawan
(2003:177-178) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan
untuk berpikir pada level yang kompleks dan menggunakan proses analisis dan
evaluasi. Berpikir kritis melibatkan keahlian berpikir induktif seperti
mengenali hubungan, manganalisis masalah yang bersifat terbuka, menentukan
sebab dan akibat, membuat kesimpulan dan mem-perhitungkan data yang relevan.
Sedang keahlian berpikir deduktif melibatkan kemampuan memecahkan masalah yang
bersifat spasial, logis silogisme dan membedakan fakta dan opini. Keahlian
berpikir kritis lainnya adalah kemampuan mendeteksi bias, melakukan evaluasi,
membandingkan dan mempertentangkan. Sementara itu
Rahmat (2010:1) mengemukakan berpikir kritis (critical thinking) sinonim
dengan pengambilan keputusan (decision making), perencanaan stratejik (strategic
planning), proses ilmiah (scientific process), dan pemecahan masalah
(problem solving).
Berpikir kritis mengandung aktivitas mental
dalam hal memecahkan masalah, menganalisis asumsi, memberi rasional,
mengevaluasi, melakukan penyelidikan, dan mengambil keputusan. Dalam proses
pengambilan keputusan, kemampuan mencari, menganalisis
dan mengevaluasi informasi sangatlah penting. Orang yang
berpikir kritis akan mencari, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat
kesimpulan berdasarkan fakta kemudian melakukan pengambilan
keputusan. Ciri
orang yang berpikir kritis akan selalu mencari dan memaparkan hubungan antara
masalah yang didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang
relevan. Berpikir kritis juga merupakan proses terorganisasi dalam
memecahkan masalah yang melibatkan aktivitas mental yang mencakup kemampuan: merumuskan masalah, memberikan argumen,
melakukan deduksi dan induksi, melakukan evaluasi, dan mengambil keputusan.
Critical thinking yaitu
investigasi terhadap tujuan guna mengeksplorasi situasi, fenomena, pertanyaan
atau masalah untuk menuju pada hipotesa atau keputusan secara terintegrasi.
Menurut Bandman (1998) berfikir kritis adalah pengujian yang rasional terhadap
ide-ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip, argument, kesimpulan-kesimpulan,
isu-isu, pernyataan, keyakinan dan aktivitas. Pengujian ini berdasarkan alasan
ilmiah, pengambilan keputusan, dan kreativitas. Menurut Brunner dan Suddarth
(1997), berpikir kritis adalah proses kognitif atau mental yang mencakup
penilaian dan analisa rasional terhadap semua informasi dan ide yang ada serta
merumuskan kesimpulan dan keputusan. Berpikir kritis
digunakan perawat untuk beberapa alasan :
a.
Mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
b.
Penerapan profesionalisme
c.
Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis
dalam memberi asuhan keperawatan.
d.
Berpikir kritis merupakan jaminan yang terbaik
bagi perawat dalam menuju keberhasilan dalam berbagai aktifitas
Berpikir kritis
juga dapat dikatakan sebagai konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir
yang berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut
pandang selain itu juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam
keperawatan yang di dalamnya dipelajari karakteristik, sikap dan standar
berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan
kreatifitas dalam berpikir kritis.
Berpikir kritis
dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam mempertanggungjawabkan profesi
dan kualitas perawatan. Pemikir kritis keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka
dalam berpikir, kepercayaan diri, kreativitas, fleksibiltas, pemeriksaan
penyebab (anamnesa), integritas intelektual, intuisi, pola piker terbuka,
pemeliharaan dan refleksi. Pemikir kritis keperawatan mempraktekkan
keterampilan kognitif meliputi analisa, menerapkan standar, prioritas,
penggalian data, rasional tindakan, prediksi, dan sesuai dengan ilmu
pengetahuan.
Proses berpikir
ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman
baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu
untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid, semua proses
tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar. Keterampilan
kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin
intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis
adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran rasional dan
cermat menjadi pemikir kritis adalah denominator umum untuk pengetahuan yang
menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
Berpikir kritis
merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan dalam mengevaluasikan
atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat tidaknya atau layak
tidaknya suatu gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir
(kognitif) yang mencakup penilaian analisa secara rasional tentang semua
informasi, masukan, pendapat, dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan.
a.
Konseptualisasi. Konseptualisasi
artinya proses intelektual membentuk suatu konsep. Sedangkan konsep adalah
fenomena atau pandangan mental tentang realitas, pikiran-pikiran tentang
kejadian, objek, atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi
merupakan pikiran abstrak yang digeneralisasi secara otomatis menjadi
simbol-simbol dan disimpan dalam otak.
b.
Rasional dan beralasan. Artinya argumen
yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat dari fakta
fenomena nyata.
c.
Reflektif.Artinya bahwa
seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi dalam berpikir
atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data
dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.
d.
Bagian dari suatu sikap. Yaitu pemahaman
dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan selalu menguji apakah
sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk dibanding yang lain.
e.
Kemandirian berpikir. Seorang pemikir
kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran dan
keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan secara benar dan dapat
dipercaya.
f.
Berpikir adil dan terbuka. Yaitu mencoba
untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan menjadi benar
dan lebih baik.
g.
Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan. Berpikir kritis
digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu
pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang akan diambil. Wade (1995)
mengidentifikasi delapan kerakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
1)
Kegiatan merumuskan pertanyaan
2)
Membatasi permasalahan
3)
Menguji data-data
4)
Menganalisis berbagai pendapat
5)
Menghindari pertimbangan yang sangat emosional
6)
Menghindari penyederhanaan berlebihan
7)
Mempertimbangkan berbagai interpretasi
8)
Mentolerasi ambiguitas
Sebelum melanjutkan lebih jauh, kita perlu
mencoba untuk menemukan jalan yang membantu pelajar pemula untuk belajar
tentang berpikir kritis dan termasuk perkembangan model berpikir kritis yang
menjadi pokok bahasan. Banyak klasifikasi berpikir yang ditemukan di
literature. Costa and Colleagues (1985). Menurut Costa and Colleagues
klasifikasi berpikir dikenal sebagai “The Six Rs” yaitu :
a.
Remembering (Mengingat)
b.
Repeating (Mengulang)
c.
Reasoning (Memberi Alasan/rasional)
d.
Reorganizing (Reorganisasi)
e.
Relating (Berhubungan)
f.
Reflecting (Memantulkan/merenungkan
Meskipun The
Six Rs sangat berguna namun tidak semuanya cocok dengan dalam keperawatan.
Kemudian Perkumpulan Keperawatan mencoba mengembangkan gambaran berpikir dan
mengklasifikasikan menjadi 5 model disebut T.H.I.N.K. yaitu: Total Recall,
Habits, Inquiry, New Ideas and Creativity, Knowing How You Think.
a.
Total Recall (T)
Total Recall berarti mengingat fakta atau mengingat dimana
dan bagaimana untuk mendapatkan fakta/data ketika diperlukan. Data keperawatan
bisa dikumpulkan dari banyak sumber, yaitu pembelajaran di dalam kelas,
informasi dari buku, segala sesuatu yang perawat peroleh dari klien atau orang
lain, data klien dikumpulkan dari perasaan klien, instrument (darah, urine,
feses, dll), dsb.
Total recall juga membutuhkan kemampuan untuk mengakses
pengetahuan, dengan adanya pengetahuan akan menjadikan sesuatu dipelajari dan
dipertahankan dalam pikiran. Masing-masing individu mempunyai pengetahuan yang
berbeda-beda dalam pikiran mereka. Ada sekelompok yang mempunyai pengetahuan
sangat luas dan ada yang sebaliknya. Keperawatan diawali dengan pengetahuan
yang minimal tetapi kemudian secara pesat meluas seiring dengan adanya
sekolah-sekolah keperawatan.
b.
Habit/Kebiasaan (H)
Habits merupakan pendekatan berpikir ditinjau dari
tindakan yang diulang berkali-kali sehingga menjadi kebiasaan yang alami.
Mereka menerima apa yang mereka kerjakan menghemat waktu dan mudah untuk
dilakukan. Manusia selalu menggambarkan sesuatu yang mereka kerjakan sebagai
kebiasaan seperti “saya mengerjakan sesuatu di luar pikiran”. Hal ini bukan
kebiasaan dalam keperawatan karena tindakan yang dilakukan tidak menggunakan
proses berpikir. Hal ini terjadi jika proses berpikir sudah berakar dalam diri
mereka dalam melihat sesuatu atau kemungkinan yang terjadi, di bawah sadar.
Habits mengikuti sesuatu yang dikerjakan diluar
metode baru setiap waktu. Contoh : pernahkah kita mengendarai kendaraan dan
apakah pernah kita ingat pepohonan yang pernah kita lewati? Yang kita pikirkan
dan harapkan adalah supaya kita terhindar dari kecelakaan.
Cardipulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu
kebiasaan yang sangat penting dalam keperawatan. Ketika seseorang menjelang
ajal, sebuah solusi yang cepat yang dibutuhkan disini adalah melakukan pijat
jantung (CPR), memberikan injeksi, mempertahankan suhu tubuh, memasang kateter,
dan aktivitas lainnya. Hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang alami
terjadi dan dilakukan oleh perawat.
c.
Inquiry/Penyelidikan/menanyakan keterangan (I)
Inquiry merupakan latihan mempelajari suatu masalah
secara mendalam dan mengajukan pertanyaan yang mendekati kenyataan. Jika kita
berada di tingkat pertanyaan ini dalam situasi social, kita akan disebut
“Mendesak”. Hal ini meliputi penggalian data dan pertanyaan, khususnya pendapat
dalam situasi tertentu. Ini berarti tidak menilai dari raut wajah, mencari
factor-faktor yang menyebabkan, keragu-raguan pada kesan pertama, dan mengecek
segalanya, tidak ada masalah bagaimana memperlihatkan ketidaksesuaian.
Inquiry merupakan kebutuhan primer dalam berpikir yang
digunakan untuk menyimpulkan sesuatu. Kesimpulan tidak dapat diambil jika tanpa
inquiry, tetapi kesimpulan akan lebih akurat jika menggunakan inquiry. Inquiry bisa
diwujudkan melalui :
1) Melihat sesuatu
(menerima informasi)
2)
Mendapatkan kesimpulan awal
3)
Mengakui keterbatasan pengetahuan yang dimiliki
4)
Mengumpulkan data atau informasi mendekati
masalah utama
5)
Membandingkan informasi baru dengan yang sudah
diketahui
6)
Menggunakan pertanyaan netral
7)
Menemukan satu atau lebih kesimpulan
8)
Memvalidasi kesimpulan utama dan alternative
untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi.
d.
New Ideas and Creativity (N)
Ide baru dan kreativitas terdiri dari model
berpikir unik dan bervariasi yang khusus bagi individu. Kekhususan dalam
berpikir ini akan selalu dibawa individu selama hidupnya dan biasanya membentuk
kembali norma. Seperti Inquiry, model ini membawa kita sesuai ide dari
literature. Berpikir kreatif merupakan kebalikan dan akhir dari Habits Model
(kebiasaan). Dari kalimat “melakukan sesuatu seperti biasanya” menjadi “Mari
mencoba cara baru”. Berpikir kreatif tidak untuk menjadi pengecut, tetapi salah
satu kadang-kadang akan terlihat bodoh dan tidak sesuai dengan ketentuan yang
ada. Pemikir kreatif menghargai kesalahan yang mereka lakukan untuk mempelajari
nilai.
Ide baru dan kreativitas sangat penting dalam
keperawatan karena merupakan dasar dalam merawat pelanggan atau klien. Banyak
hal yang harus dipelajari perawat untuk menjadi cocok, terpadu, dan bekerja
menyesuaikan keunikan klien. Perawat mempunyai standart pendekatan untuk
menghemat waktu perawatan dan secara keseluruhan bekerja dengan baik, tetapi
cara kerja perawat berbeda satu sama lain. Contoh : Yudi yang tinggal di rumah
perawatan menghabiskan sisa harinya di atas kursi roda, keluar-masuk ke ruangan
yang sama tiap harinya. Dia tidak pernah berkata kepada seorangpun meskipun
perawat mengulangi kata-kata yang sama dan sudah memahami cara berkomunikasi.
e.
Knowing How You Think / Mengetahui apa
yang kamu fikirkan (K)
Knowing How You Think merupakan yang
terakhir tetapi bukannya yang paling tidak dihiraukan dari model T.H.I.N.K.
yang berarti berpikir tentang apa yang kita pikirkan. Berpikir tentang berpikir
disebut “metacognition”. Meta berarti “diantara atau pertengahan”
dan cognition berarti “Proses mengetahui”. Jika kita berada di antara
proses mengetahui, kita akan dapat mengetahui bagaimana kita berpikir. Yang perlu
dipelajari :
1)
Apakah hal ini sulit dilakukan? (untuk semua
orang)
2)
Mengapa hal ini sulit untuk dikerjakan?
3)
Satu alasan mengapa hal ini sulit dilakukan
adalah karena ada kosakata special dari akhir analisis yang perlu menggambarkan
BAGAIMANA berpikir.
Freely mengidentifikasi 7 metode critical
thinking :
a.
Debate : metode yang digunakan untuk mencari,
membantu, dan merupakan keputusan yang beralasan bagi seseorang atau kelompok
dimana dalam proses terjadi perdebatan atau argumentasi.
b.
Individual decision : Individu
dapat berdebat dengan dirinya sendiri dalam proses mengambil keputusan.
c.
Group discussion : sekelompok
orang memperbincangkan suatu masalah dan masing-masing mengemukakan
pendapatnya.
d.
Persuasi : komunikasi yang berhubungan dengan
mempengaruhi perbuatan, keyajinan, sikap, dan nilai-nilai orang lain melalui
berbagai alas an, argument, atau bujukan. Debat dan iklan adalah dua bentuk
persuasi.
e.
Propaganda : komunikasi dengan menggunakan berbagai media
yang sengaja dipersiapkan untuk mempengaruhi massa pendengar.
f.
Coercion : mengancam atau menggunakan kekuatan dalam
berkomunikasi untuk memaksakan suatu kehendak.
g.
Kombinasi beberapa metode.
Berbagai elemen
yang digunakan dalam penelitian dan komponen, pemecahan masalah, keperawatan serta
kriteria yang digunakan dengan komponen keterampilan dan sikap berpikir kritis. Elemen berpikir
kritis antara lain:
a.
Menentukan tujuan
b.
Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka
masalah
c.
Menujukan bukti
d.
Menganalisis konsep
e.
Asumsi
Perspektif yang
digunakan selanjutnya keterlibatan dan kesesuaian kriteria elemen
terdiri dari kejelasan, ketepatan, ketelitan dan keterkaitan.
Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan
melihat penampilan dari beberapa perilaku selama proses berpikir kritis itu
berlangsung. Perilaku berpikir kritis seseorang dapat dilihat dari beberapa
aspek :
a. Relevance. Keterkaitan dari
pernyataan yang dikemukan.
b. Importance. Penting
tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukaan.
c. Novelty. Kebaruan dari
isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru maupun dalam sikap
menerima adanya ide-ide orang lain.
d. Outside
material. Menggunakan
pengalamanya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari perkuliahan.
e. Ambiguity
clarified. Mencari
penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak jelasan.
f. Linking
ideas. Senantiasa
menghubungkan fakta, ide atau pandangan serta mencari data baru dari informasi
yang berhasil dikumpulkan.
g. Justification. Memberi
bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan
yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan penjelasan mengenai
keuntungan dan kerungian dari suatu situasi atau solusi.
Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses
pengambilan keputusan, yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah
secepatnya. Masalah dapat digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang
ada dan apa yang seharusnya ada”. Pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan yang efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan
berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role
model di lingkungan kerjanya. Langkah-langkah
pemecahan masalah antara lain
a.
Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan
masalah yang dihadapi.
b.
Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan.
c.
Mengolah fakta dan data.
d.
Menentukan beberapa alternatif pemecahan
masalah.
e.
Memilih cara pemecahan dari alternatif yang
dipilih.
f.
Memutuskan tindakan yang akan diambil.
g.
Evaluasi.
Berpikir sistemik (Systemic Thinking) adalah
sebuah cara untuk memahami sistem yang kompleks dengan menganalisis
bagian-bagian sistem tersebut untuk kemudian mengetahui pola hubungan yang
terdapat didalam setiap unsur atau elemen penyusun sistem tersebut. Pada
prinsipnya berpikir sistemik mengkombinasikan dua kemampuan berpikir, yaitru
kemampuan berpikir analis dan berfikir sintesis.
Ada beberapa istilah yang sering kita jumpai yang
memiliki kemiripan dengan berpikir sistemik (systemic thinking), yaitu Systematic thinking (berpikir sistematik), Systemic thinking (berpikir sistemik), dan Systems thinking (berpikir serba-sistem). Jika dikaji, maka semua istilah itu berakar dari kata yang sama yaitu “sistem” dan “berpikir”, namun menunjukkan konotasi yang berbeda, karena
itu memiliki tujuan yang berbeda pula.
Konsep sistem
setidaknya menyangkut pengertian adanya elemen atau unsur yang membentuk
kesatuan, lalu ada atribut yang mengikat mereka, yaitu tujuan bersama. Karena
itu, setiap elemen berhubungan satu sama lain (relasi) berdasarkan suatu aturan
main yang disepakati bersama. Kesatuan antar elemen (sistem) itu memiliki batas
(boundary) yang memisahkan dan membedakannya dari sistem lain di sekitarnya.
Berpikir
sistematik (sistematic thinking), artinya
memikirkan segala sesuatu berdasarkan kerangka metode tertentu, ada urutan dan
proses pengambilan keputusan. Di sini diperlukan ketaatan dan kedisiplinan
terhadap proses dan metoda yang hendak dipakai. Metoda berpikir yang berbeda
akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda, namun semuanya dapat
dipertanggungjawabkan karena sesuai dengan proses yang diakui luas.
Berpikir sistemik (systemic
thinking), maknanya mencari dan melihat segala sesuatu memiliki pola keteraturan dan
bekerja sebagai sebuah sistem. Misalnya, bila kita melihat otak, maka akan
terbayangkan sistem syaraf dalam tubuh manusia atau hewan. Bila kita
melihat jantung akan terbayangkan sistem peredaran darah di seluruh tubuh.
Sementara itu berpikir sistemik
(systemic thinking) adalah menyadari bahwa segala sesuatu berinteraksi
dengan perkara lain di sekelilingnya, meskipun secara formal-prosedural mungkin
tidak terkait langsung atau secara spasial berada di luar lingkungan tertentu. Systemic
thinking lebih menekankan pada kesadaran bahwa segala sesuatu berhubungan
dalam satu rangkaian sistem. Cara berpikir seperti berseberangan dengan
berpikir fragmented-linear-cartesian.
Berpikir sistemik
(systemic thinking) mengkombinasikan antara analytical thinking
(kemampuan mengurai elemen-elemen suatu masalah) dengan synthetical thinking
(memadukan elemen-elemen tersebut menjadi kesatuan). Kita harus memahami dan
akhirnya memadukan dua kemampuan dasar ini: melakukan Analisis dan Synthesis.
Analisis adalah alat untuk memahami elemen-elemen suatu permasalahan. Misalnya,
mengapa terjadi banjir dan longsor di suatu daerah? Maka, kita perlu meneliti:
saluran air, kondisi tanah, aliran sungai, kondisi gunung atau hutan di hulu,
dan curah hujan yang terjadi.
Setelah itu, kita melakukan sintesis, yakni proses untuk
memahami bagaimana elemen-elemen itu berfungsi secara bersama-sama. Di sini
kita dituntut memahami elemen-elemen tersebut secara mendasar sebelum
memadukannya. Kita bisa melihat hubungan yang jelas antara curah hujan yang
tinggi dengan kondisi hutan atau gunung yang gundul, lalu menyebabkan aliran
sungai yang sangat deras dan akhirnya menyembur ke daerah tertentu. Kondisi
makin parah, apabila saluran air di daerah sangat buruk, sehingga tak bisa menampung
aliran air yang melimpah (banjir) dan kondisi tanah yang rawan hingga
menyebabkan longsor.
Dalam interaksi antar elemen itu kita memahami bahwa
segala hal merupakan bagian dari suatu sistem, dengan kata lain segala hal
berinteraksi satu sama lain. Tak ada suatu perkara di atas muka bumi ini yang
berdiri sendiri, sebab semuanya saling terkait. Memahami proses interaksi ini
sulit karena selain banyak ragamnya, juga terkadang tidak tampak kasat mata,
dan satu sama lain saling mempengaruhi, sehingga tak jelas faktor mana yang
lebih dulu muncul.
Kita perlu pola dari interaksi antar elemen dalam suatu
Sistem. Untuk memahami bekerjanya suatu sistem akan lebih mudah pada tingkat pola, bukan pada detailnya. Jika kita ingin memahami hutan, maka kita
pandang secara keseluruhan, bukan mengamati pohonnya satu per satu. Berpikir
serba-sistem adalah cara agar kita menemukan pola secara sadar dan proaktif.
Dalam satu persoalan yang kompleks, kita membutuhkan cara
berpikir sistemik yang berbeda dengan cara konvensional. Ada dua langkah dalam
menerapkan berpikir sistemik. Pertama, kita mendaftar dan menemukan
elemen-elemen permasalahan yang ada. Kedua, menemukan tema atau pola umumnya.
Hal ini berbeda jauh dengan mereka yang menerapkan berpikir non-sistemik, sebab
mereka mungkin menemukan dan mendaftar sejumlah elemen permasalahan, tapi
kemudian memilih elemen tertentu untuk menjadi fokus perhatian. Dalam hal itu,
mereka mengabaikan elemen lain yang dipandang tak berpengaruh, padahal mungkin
saja justru paling menentukan pola yang berkembang di dalam sistem.
Sistems thinking sedikit berbeda systemic thinking.
Berpikir sistemik lebih menekankan pada pencarian pola-hubungan (Pattern),
maka berpikir serba-sistem lebih menekankan pada pemahaman bagaimana (How)
elemen-elemen itu berhubungan. Dengan pemahaman How tersebut, maka kita
dapat menemukan elemen mana yang memiliki pengaruh vital dan solusi yang
komprehensif, sehingga tidak menimbulkan masalah baru.
Cara berpikir serba-sistem juga akan membentuk sikap yang
sistemik dalam merespon permasalahan (systemic attitude), yakni suatu
pola perilaku yang tidak menabrak aturan main (rule of game) yang sudah
disepakati dalam satu sistem tertentu. Sebuah aturan yang ditetapkan dalam
sistem memang bersifat membatasi ruang gerak (self constraining), namun
pada saat yang sama memampukan (self enabling) setiap elemen untuk
bekerja sesuai fungsinya dan berinteraksi dengan elemen lain. Jika tak ada
batasan fungsi yang jelas, maka setiap elemen itu akan saling bertabrakan dan
malah berpotensi menghancurkan sistem secara keseluruhan. Di sinilah
pentingnya, berpikir dan bertindak serba-sistem demi menjaga kesinambungan
sistem sendiri. Pengubahan aturan main dimungkinkan dan dapat diperjuangkan
melalui cara-cara legal-rasional, sehingga sistem itu tumbuh semakin sehat dan
matang.
BAB III
PENUTUP
Triase adalah
proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk
menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Tindakan ini
merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah massal.
Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat
kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status
triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk
triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging
system) atau sistim triase
Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Prioritas
tindakan dalam triase yaitu terdiri
dari Prioritas Nol
(Hitam), Prioritas
Pertama (Merah), Prioritas Kedua
(Kuning), dan Prioritas
Ketiga (Hijau). Konsep Triase antara lain :
a)
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi
kondisi mengancam nyawa
b)
Tujuan kedua adalah untuk memprioritaskan
pasien menurut ke akutannya
c)
Pengkatagorian mungkin ditentukan sewaktu-waktu
d)
Jika ragu, pilih prioritas yang lebih tinggi
untuk menghindari penurunan triage
Keterampilan
berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks dan
menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis
mengandung aktivitas mental dalam hal memecahkan masalah, menganalisis asumsi,
memberi rasional, mengevaluasi, melakukan penyelidikan, dan mengambil
keputusan.
Berpikir
sistematis artinya memikirkan segala sesuatu berdasarkan kerangka metode
tertentu, ada urutan dan proses pengambilan keputusan. Di sini diperlukan
ketaatan dan kedisiplinan terhadap proses dan metoda yang hendak dipakai.
Metoda berpikir yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda, namun
semuanya dapat dipertanggungjawabkan karena sesuai dengan proses yang diakui
luas.
Pembuatan makalah ini
sangat jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan sumber yang kami peroleh.
Sehingga isi dari makalah ini masih bersifat umum, oleh karena itu kami harapkan agar pembaca
bisa mecari sumber yang lain guna membandingkan dengan pembahasan yang kami buat, guna mengoreksi
bila terjadi kelasahan dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Efrandi. 2008. Sejarah, Konsep dan Kategori Triase.
http://puskesmas-oke.blogspot.co.id/2008/12/sejarah-konsep-dan-kategorisasi-triage.html . Diakses pada tanggal 29 Maret 2018.
Gusti. 2014. Cara Cepat Menilai Triage Pada Korban
Bencana. https://gustinerz.com/cara-cepat-menilai-triage-pada-korban-bencana/ . Diakses pada
tanggal 31 Maret 2018.
Hendrawati, Sri. 2012. Berpikir Sistemik. http://srihendrawati.blogspot.co.id/2012/04/berpikir-sistemik.html . Diakses pada tanggal 31
Maret 2018.
Saanin, Syaiful. 2016. Triase dalam Musibah Masal. http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/triagemsl.html . Diakses pada tanggal 29 Maret 2018.
Surata, I Nengah. 2013. Apa
itu Berpikir Kritis. http://nengah235.blogspot.co.id/2013/03/apa-itu-berpikir-kritis.html. Diakses pada tanggal 29 Maret 2018.
Qozwini, Muhammad Ilafif. 2013. Konsep
Berfikir Kritis dalam Keperawatan. https://muhamadilafifqozwini.wordpress.com/2013/01/16/konsep-berfikir-kritis-dalam-keperawatan/ . Diakses pada tanggal 29 Maret
2018.
Komentar
Posting Komentar