Makalah : ”Perspektif Islam Terhadap Permasalahan Transplantasi”
Makalah
AIK 4 (Islam dan IPTEK)
”Perspektif
Islam Terhadap Permasalahan Transplantasi”
Disusun Oleh Mahasiswa Semester 6
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Bengkulu
Tahun 2018
BAB I
PENDAHULUAN
Transplantasi
ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik
pada saat ini juga, ada upaya untuk memberikan organ tubuh kepada orang yang
memerlukan, walaupun orang itu tidak menjalani pengobatan, yaitu untuk orang
yang buta. Hal ini khusus donor mata bagi orang buta.
Transplantasi organ tubuh manusia merupakan masalah baru yang belum pernah
dikaji oleh para fuqaha klasik tentang hukum-hukumnya. Karena masalah ini
adalah anak kandung dari kemajuan ilmiah dalam bidang pencangkokan anggota
tubuh, dimana para dokter modern bisa mendatangkan hasil yang menakjubkan dalam
memindahkan organ tubuh dari orang yang masih hidup/sudah mati dan
mencangkokkannnya kepada orang lain yang kehilangan organ tubuhnya atau rusak
karena sakit dan sebagainya yang dapat berfungsi persis seperti anggota badan
itu pada tempatnya sebelum di ambil.
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan transplantasi organ ?
2. Bagaimana Pandangan Islam terhadap transplantasi organ tubuh ?
3. Bagaimana ketentuan mentransplantasikan organ tubuh di dalam Islam ?
Tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan transplantasi organ.
2. Untuk mengetahui bagaimana Pandangan Islam terhadap transplantasi organ
tubuh.
3. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan mentransplantasikan organ tubuh di
dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Transplantasi
jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam menurut manuscrip
yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai eksperimen transplantasi jaringan
yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar 2000 tahun sebelum diutusnya Nabi
Isa as. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as.
seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil rnemperbaiki hidung seorang
tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara mentransplantasikan sebagian
kulit dan jaringan lemak yang diambil dari lengannya. Pengalaman inilah yang
merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli bedah Itali, pada tahun 1897 M
untuk mencoba rnemperbaiki cacat hidung seseorang dengan menggunakan kulit
milik kawannya.
Pada
ujung abad ke-19 M para ahli bedah, baru berhasil mentransplantasikan jaringan,
namun sejak penemuan John Murphy pada tahun 1897 yang berhasil menyambung pembuluh
darah pada binatang percobaan, barulah terbuka
pintu percobaan mentransplantasikan organ dari manusia ke manusia lain.
Percobaan yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya berhasil, meskipun ia
menghabiskan waktu cukup lama yaitu satu setengah
abad. Pada tahun 1954 M Dr. J.E. Murray berhasil mentransplantasikan ginja
kepada seorang anak. Hal ini yang memicu berkembangnya bidang transplantasi.
Tatkala
Islam muncul pada abad ke-7 Masehi, ilmu bedah sudah dikenal di berbagai negara
dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara Romawi dan
Persia. Namun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan yang berarti,
meskipun sudah ditempuh berbagai upaya untuk mengembangkannya. Selama ribuan
tahun setelah melewati banyak eksperirnen barulah berhasil pada akhir abad
ke-19 M, untuk pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad ke-20 M untuk
pencangkokan organ manusia. Di masa Nabi Muhammad SAW. negara Islam telah
memperhatikan rnasalah kesehatan rakyat, bahkan senantiasa berupaya menjamin
kesehatan dan pengobatan bagi seluruh rakyatnya secara cuma-cuma. Ada beberapa
dokter ahli bedah di masa Nabi yang cukup terkenal seperti Al-Harth bin Kildah
dan Abu Ramtah Rafa’ah, juga Rafidah al Aslamiyah dari kaum wanita.
Pada
periode Islam selanjutnya berkat doktrin Islam tentang urgensi kedokteran mulai
bertebaran karya-karya monumental kedokteran yang banyak memuat berbagai
praktek kedokteran: termasuk transplantasi dan sekaligus memunculkan banyak
nama besar dari ilmuwan muslim dalam bidang kesehatan dan ilmu kedokteran,
diantaranya adalah; Al-Rozy (Th.251-311 H.) yang telah menemukan dan membedakan
pembuluh vena dan arteri disamping banyak membahas masalah kedokteran yang lain
seperti, bedah tulang dan gips dalam bukunya Al-Athibba, lebih
jauh dari itu, mereka bahkan telah merintis proses spesialisasi berbagai:
kajian dari suatu bidang dan disiplin. Az-Zahrawi ahli kedokteran muslim yang
meninggal di Andalusia sesudah tahun 400-an Hijriyah telah berhasil dan menjadi
orang pertama yang memisahkan ilmu bedah dan menjadikannya subjek tersendiri
dari bidang Ilmu Kedokteran. Beliau telah menulis sebuah buku besar yang
monumental dalam bidang kedokteran khususnya ilmu bedah dan diberi judul
“At-tashrif. Buku ini telah menjadi referensi utama dii Eropa dalam bidang
kedokteran selama kurang-lebih lima abad dan sempat diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa dunia termasuk bahasa latin pada tahun 1497 M. Dan pada tahun
1778 M. dicetak dan diterbitkan di London dalam versi arab dan latin sekaligus.
Dan masih banyak lagi nama-nama populer lainnya seperti Ibnu Sina.
Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau
dari mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh
orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi, sehingga resipien
(penerima organ tubuh) dapat bertahan secara sehat.
Transplantasi organ adalah pemindahan suatu
jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ketempat lain pada
tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi
tertentu. Tujuan utama transplantasi organ adalah mengurangi penderitaan dan
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Transplantasi
ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan
baik pada saat ini juga, ada upaya untuk
memberikan organ tubuh kepada orang yang memerlukan, walaupun orang itu tidak
menjalani pengobatan, yaitu untuk orang yang buta. Hal ini khusus donor mata
bagi orang buta. Pencangkokan
organ tubuh yang menjadi pembicaraan pada waktu ini adalah : mata, ginjal, dan jantung.
Karena ketiga organ tubuh tersebut sangat penting fungsinya untuk manusia,
terutama sekali ginjal dan jantung. Mengenai donor mata pada dasarnya
dilakukan, karena ingin membagi kebahagiaan kepada orang yang belum pernah
melihat keinadahan alam ciptaan Allah ini ataupun orang yang menjadi buta
karena penyakit.
Orang yang anggota tubuhnya dipindahkan disebut donor
(pen-donor), sedang yang menerima disebut Resipien. Cara ini
merupakan solusi bagi penyembuhan organ tubuh tersebut karena
penyembuhan/pengobatan dengan prosedur medis biasa tidak ada harapan
kesembuhannya.
Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya
transpalntasi tidak dapat dihindari dalam menyelamatkan nyawa si penderita.
Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha penyembuhan suatu penyakit
dan dengan meningkatnya keterampilan dokter-dokter dalam melakukan
transplantasi, upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam
upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas.
Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah
satu cara penyembuhan suatu penyakit tidak dapat bagitu saja diterima
masyarakat luas. Pertimbangan etik, moral, agama, hukum, atau sosial budaya
ikut mempengaruhinya.
Apa yang bisa di capai dengan teknologi belum tentu
bisa di terima oleh agama dan hukum yang hidup di masyarakat. mengingat
transplantasi adalah masalah yang ijtihadi karena tidak ada hukumnya secara
eksplisit di dalam al-Qur’an dan Hadits dan juga merupakan masalah yang cukup
kompleks menyangkut berbagai bidang studi maka seharusnya masalah ini di
analisis dengan menggunakan metode pendekatan multidisplainer, misalnya
kedokteran biologi, hukum, etika, dan agama agar dapat di peroleh kesimpulan
hukum ijtihadi yang proporsional dan mendasar.
1. Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima dapat dibedakan menjadi
:
a.
Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu
jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.
b.
Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatau jaringan
atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
c.
Heterotransplantasi, yaitu pemindahan
suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies lainnya.
2. Komponen yang penting yang mendasari transplantasi yaitu :
a.
Eksplantasi, yaitu usaha mengambil
jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
b.
Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan
atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
3. Komponen yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu :
a.
Adaptasi donasi, yaitu usaha dan
kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ
tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan/organ.
b.
Adaptasi resipien, yaitu usaha dan kemampuan
diri dari penerima jaringan/organ tubuh baru sehingga tubuhnya
dapat menerima atau menolak jaringan/organ tersebut, untuk berfungsi
baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
4. Tipe donor organ
tubuh, dan setiap tipe mempunyai permasalahan sendiri-sendiri, yaitu :
a.
Donor dalam keadaan hidup sehat. Tipe ini
memerlukan seleksi cermat dan general check up, baik terhadap donor maupun
terhadap penerima (resepient), demi menghindari kegagalan transplantasi yang
disebabkan oleh karena penolakan tubuh resepien, dan sekaligus mencegah resiko
bagi donor.
b.
Donor dalam hidup koma atau di duga akan
meninggal segera. Untuk tipe ini, pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat
control dan penunjang kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernapasan
khusus. Kemudian alat-alat tersebut di cabut setelah pengambilan organ tersebut
selesai.
c.
Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan
tipe yang ideal, sebab secara medis tinggal menunggu penentuan kapan donor
dianggap meninggal secara medis dan yudiris dan harus diperhatikan pula daya
tahan organ tubuh yang mau di transplantasi.
Menyumbangkan
organ tubuh diperbolehkan dalam islam selama hal itu dilakukan berdasarkan
batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat. Dengan demikian, Sheikh
Ahmad Kutty menuturkan beberapa syarat-syarat yang membolehkan transplantasi
organ, yaitu:
1.
Syarat
bagi orang yang hendak menyumbangkan organ dan masih hidup :
a.
Orang
yang akan menyumbangkan organ adalah orang yang memiliki kepemilikan penuh atas
miliknya sehingga dia mampu untuk membuat keputusan sendiri.
b.
Orang
yang akan menyumbangkan organ harus seseorang yang dewasa atau usianya mencapai
dua puluh tahun.
c.
Harus
dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.
d.
Organ
yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan dan kelangsungan
hidup tergantung dari itu.
e.
Tidak
diperbolehkan mencangkok organ kelamin.
2.
Syarat
bagi mereka yang menyumbangkan organ tubuh jika sudah meninggal :
a. Dilakukan setelah memastikan bahwa si
penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan
melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
b. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum
memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika
dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga
penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
c. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan
haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau
mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
d. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan
setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah
meninggal dunia.
e. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga
dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal
itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
Hukum
tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang mendukung dan ada pula
yang menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan menggabungkan
hukum-hukum dari beberapa sumber yaitu dari Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami
Saleh (2009), sebagai berikut :
1.
Transplantasi
organ ketika masih hidup
Pendapat 1: Hukumnya
tidak Boleh (Haram). Meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan medis
(pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat.
Dalil1: Firman
Allah SWT “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah maha
penyayang kepadamu“ ( Q.S.An-Nisa’:4:29) dan Firman Allah SWT “Dan Janganlah
kamu jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S.Al-Baqarah :2:195).
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang
manusia untuk membunuh dirinya atau melakukan perbuatan yang membawa kepada
kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang yang mendonorkan salah satu organ
tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan yang membawa kepada
kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh berbuat demikian,
manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas. Manusia
tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh
manusia Adalah Allah swt.
Pendapat 2: Hukumnya
ja’iz (boleh) namun memiliki syarat-syarat tertentu.
Dalil 2:
Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk
menyelamatkan hidupnya merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas kebaikan
sesuai firman Allah swt “ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan
taqwa dan janganlah kamu saling tolong monolong dalam perbuatan dosa dan
permusuhan” (Qs.Al-Ma’idah 2).
Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya
secara pribadi namun memiliki kehendak atas apa saja yang bersangkutan dengan
tubuhnya, ditambah lagi bahwa Allah telah memberikan kepada manusia hak untuk
mengambil manfa’at dari tubuhnya, selama tidak membawa kepada kehancuran,
kebinasaan dan kematian dirinya (QS. An-Nisa’ 29 dan al-Baqarah 95). Oleh
karena itu, sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan
pekerjaan yang mubah (boleh) dengan dalil.
2.
Transplantasi
organ ketika dalam keadaan koma
Pendapat:
Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun
dalam keadaan koma, hukumnyaharam.
Dalil:
Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa
kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan
merupakan perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw “Tidak boleh
melakukan pekerjaan yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan”
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan
penyakitnya dem mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati itu berada
ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya
sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi atau
menghilangkan penderitaan pasien.
3.
Transplantasi
organ ketika dalam keadaan telah meninggal
Pendapat 1: Hukumnya
Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi atas tubuh manusia
merupakan hal yang terlarang.
Dalil: Ada
beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadist yang melarang. Diantara hadist yang
terkenal, yaitu: “Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan
melanggarnya dengan mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih hidup”
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya
bukanlah milik manusia tapi merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga,
karena itu manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya kepada orang lain.
Pendapat 2: Hukumnya
Boleh.
Dalil: Dalam
kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa “Apabila bertemu dua hal
yang mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan
madharat yang paling besar dengan melakukan perbuatan yang paling ringan
madharatnya dari dua madharat”. Selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak
ada unsur merusak tubuh mayat sebagai penghinaan kepadanya.
Kebanyakan dari para pemerhati masalah transpalasi
ini ketika membahas hukum Islam, mereka akan mengklasifikasikan kapan transplantasi
itu dilakukan, menurut Prof. Masyfuk Zuhdi, apabila pencangkokan tersebut
dilakukan pada saat pendonor dalam keadaan hidup sehat walafiat, begitu juga
sakit (koma) atau hampir meninggal, maka hukumnya adalah
dilarang (haram), sedangkan
apabila di lakukan ketika pendonor sudah meninggal maka hukumnya ada yang
mengharamkan, juga ada yang memperbolehkannya dengan syarat- syarat tertentu. Adapun syarat-syarat tersebut
adalah :
1. Resipien
dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh
pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil.
2. Pencangkokan
tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien
dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.
Menurut Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi Ada beberapa dalil
yang di nilai sebagai dasar pengharaman transplantasi organ tubuh ketika
pendonor dalam keadaan hidup, antara lain:
1. Firman
Allah dalam surat Al-Baqaroah: 195
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى
التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ
Artinya
: ”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan”
2.
Hadits Rasulullah :
لا ضرر ولا ضرار
Artinya
: ”Tidak di perbolehkan adanya bahaya pada diri sendiri dan tidak boleh
membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam
kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang
lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal ia (mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami
tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu, dari itu dapat
di pahami adanya unsur yang di nilai mendatangkan bahaya dan menjatuhkan diri
pada kebinasaan.
3.
Kaidah hukum Islam :
درء المفاسد مقدم على
جلب المصالح
Artinya:”Menolak kerusakan lebih
didahulukan dari pada meraih kemaslahatan”
Pendonor
yang masih hidup berarti mengorbankan atau merusak dirinya dengan cara
melepas organ tubuhnya untuk diberikan kepada orang lain dan demi kemaslahatan
orang lain, yakni Resipien. Dan itu tidaklah sesuai dengan kaidah hukum
tersebut.
4.
Kaidah Hukum Islam :
الضرر لا يزال بالضرر
Artinya” Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan
bahaya lainnya.”
Kaidah
ini menegaskan bahwa dalam Islam tidak di benarkan penanggulangan suatu bahaya
dengan menimbulkan bahaya yang lain. Sedangkan orang yang mendonorkan organ
tubuhnya dalam keadaan hidup sehat dalam rangka membantu dan menyelamatkan
orang lain adalah upaya menghilangkan bahaya dengan konsekuensi timbulnya
bahaya yang lain.
Sebagaimana
telah dijelaskan, bahwa mendonorkan sebagian organ tubuh seseorang untuk orang
lain yang membutuhkan sejauh tidak menimbulkan mudarat bagi diri pendonor, hal
itu diperbolehkan. Namun kebolehan tersebut adalah kebolehan yang bersifat
muqayyad (bersyarat). Pengertian bersyarat adalah sebagai berikut:
1. (kemelaratan,
bahaya, kesengsaraan) bagi dirinya sendiri maupun bagi seseorang yang
mempunyai hak tetap atas dirinya.
2. Seseorang
tidak boleh mendonorkan sebagian organ tubuhnya yang hanya satu-satunya
dalam tubuhnya, misalnya hati atau jantung, karena dia tidak mungkin dapat
hidup tanpa adanya organ tersebut.
3. Tidak
diperbolehkan menghilangkan dharar (bencana) dari yang lain dengan menimbulkan
dharar , “dharar itu tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkan dharar pula”. Oleh
karena itu, tidak diperkenankan mendonorkan organ tubuh bagian luar, seperti
tangan, kaki, mata, dan sebagainya. Sebab hal tersebut akan menimbulkan dharar
pada diri pendonor, seperti cacat fisik d an menjadikan pendonor buruk rupanya.
4. Mendonorkan
organ tubuh hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa dan berakal sehat. Dengan
demikian , anak kecil dan orang gila tidak boleh mendonorkan organ tubuhnya,
sebab mereka tidak mengerti kepentingan dirinya terhadap adanya organ-organ
pada tubuhnya.
1. Donor Mata
dalam Hukum Islam
Donor
mata diartikan dengan pemberian kornea mata kepada orang yang membutuhkannya.
Kornea mata tersebut berasal dari mayat yang telah diupayakan oleh dokter ahli,
sehingga dapat digunakan oleh orang yang sangat membutuhkannya.
Masalah
donor mata, termasuk salah satu keberhasilan teknologi dalam ilmu kedokteran,
yang dapat mengatasi salah satu kesulitan yang dialami oleh orang buta. Dan
yang terjadi masalah dalam hokum islam, karena kornea mata yang dipindahkan
kepada orang buta, adalah berasal dari mayat, sehingga terjadi dua pendapat di
kalangan Fuqaha. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang membolehkannya dengan
mengemukakan alas an masing-masing. Misalnya:
a. Bagi ulama yang
mengharamkannya; mendasarkan pendapatnya pada hadits yang berbunyi : “seseungguhnya
pecahnya tulang mayat (bila dikoyak-koyak), seperti (sakitnya dirasakan mayat)
ketika pecahnya tulangnya diwaktu ia masih hidup. (HR. Ahmad, Abu Daud
dan Ibnu Majah yang bersumber dari Aisyah)
b. Bagi ulama yang
membolehkannya; mendasarkan pendapatnya pada hajat (kebutuhan) orang yang buta
untuk melihat, maka perlu ditolong agar dapat terhindar dari kesulitan yang
dialaminya, dengan cara mendapatkan donor mata dari mayat.
2.
Pencangkokan Jantung Jantung dalam Hukum
Islam
Jantung adalah organ utama sirkulasi darah;
karena dialah yang memompa darah dari ventrikel kiri melalui arteri, arteriola
dan kapiler, lalu kembali ke atrium kanan melalui vena yang disebut peredaran
darah besar atau sirkulasi sistematik. Dan aliran dari ventrikel kanan melalui
paru-paru, ke atrium kiri yang disebut peredaran darah kecil atas sirkulasi
pulmonal. Maka apabila terjadi kelainan-kelainan jantung dapat mengganggu
sirkulasi darah yang mengakibatkan maut.
Pada dasarnya hukum Islam
membolehkan pencangkokan jantung pada pasien sebagai salah satu upaya
pengobatan suatu penyakit, yang sebenarnya sangat di anjurkan dalam Islam. Hanya
yang menjadi persoalan, karena katup jantung yang dipindahkan kedalam jantung
pasien, berasal dari mayat atau bianatang yang sudah mati.
3. Pencangkokan
Ginjal dalam Hukum Islam
Ginjal adalah salah satu organ tubuh yang
terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di sebelah
kanan dan kiri tulang belakang, yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air
didalam tubuh, mengantur konsentrasi garam dalam darah, mengatur keseimbangan
asam-basa darah, mengatur eksktesi bahan buangan dan kelebihan garam dalam
tubuh. Dan apabila terjadi gangguan pada organ tersebut, maka organ-organ
lainnya juga akan ikut terganggu.
Pencangkokan ginjal adalah pengoperasian dan
pemindahan ginjal dari orang lain atau binatang yang sesuai dengan struktur
anatominya, kepadapasien yang membutuhkan. Pengoperasian tersebut dilakukan
oleh tim dokter ahli, yang dilengkapi dengan peralatan medis yang memadai untuk
upaya tersebut yang didahului oleh berbagai macam pemeriksaan dan pengobatan
serta cuci darah.
4.
Hukum Transplantasi Organ Ketika Masih Hidup
Yang
dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada
saat si donor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh. Karena Allah Swt
memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap qisash maupun diyat.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 178 yang artinya : “Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af)
membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat
pedih.”
Namun,
donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan
kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau
paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor.
Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain
membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.
Allah
Swt berfirman dalam QS. An-Nisa : 29 yang artinya : “Dan janganlah kamu
membunuh dirimu.”
Selanjutnya
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-An’am : 151 yang artinya : “Dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.”
Sebagaimana
tidak bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang dapat mengakibatkan
terjadinya pencampur-adukan nasab atau keturunan. Misalnya, donor testis bagi
pria atau donor indung telur bagi perempuan. Sungguh Islam telah melarang untuk
menisbahkan dirinya pada selain bapak maupun ibunya.
Allah
Swt berfirman dalam QS. Al-Mujadilah yang artinya “Ibu-ibu mereka tidak lain
hanyalah wanita yang melahirkan mereka.”
Selanjutnya
Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa yang menasabkan dirinya pada selain
bapaknya, atau mengurus sesuatu yang bukan urusannya maka atas orang tersebut
adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia”.
Sebagaimana
sabda Nabi SAW : “Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain bapaknya
maka surga haram atasnya”
Begitu
pula dinyatakan oleh beliau SAW : “Wanita manapun yang telah mamasukkan
nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian dari kaum tersebut maka dia
terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki manapun yang
menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka Allah
menghijab Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi
(aibnya) dihadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian”.
Adapun
donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan mengakibatkan
kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara
keturunan.
Apabila
seorang muslim diperbolehkan mendonorkan organ tubuhnya pada waktu hidup,
yang dalam hal ini mungkin saja akan mendatangkan
kemelaratan meskipun kemungkinan itu kecil maka
tidaklah terlarang dia mewasiatkannya setelah meninggal
dunia nanti. Sebab yang demikian itu akan memberikan
manfaat yang utuh kepada orang lain tanpa menimbulkan mudarat
(kemelaratan/ kesengsaraan) sedikit pun kepada dirinya, karena
organ-organ tubuh orang yang meninggal akan lepas
berantakan dan dimakan tanah beberapa hari
setelah dikubur. Apabila ia berwasiat untuk mendermakan organ tubuhnya
itu dengan niat mendekatkan diri dan mencari keridhaan Allah, maka ia
akan mendapatkan pahala sesuai dengan niat dan amalnya. Dalam hal ini tidak ada
satu pun dalil syara’ yang mengharamkannya, sedangkan hukum asal segala
sesuatu adalah mubah, kecuali jika ada dalil yang
sahih dan sharih (jelas) yang melarangnya. Dalam kasus ini dalil
tersebut tidak dijumpai.
Umar
r.a pernah berkata kepada sebagian sahabat mengenai
beberapa masalah, “Itu adalah sesuatu yang bermanfaat bagi
saudaramu dan tidak memberikan mudarat
kepada dirimu, mengapa engkau hendak melarangnya?” Demikianlah
kiranya yang dapat dikatakan kepada orang
yang melarang masalah mewasiatkan organ tubuh ini.
Ada
yang mengatakan bahwa hal ini menghilangkan kehormatan mayit
yang sangat dipelihara oleh syariat Islam,
yang Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda: “Mematahkan tulang mayit itu
seperti mematahkan tulang orang yang hidup.”
Kami
tekankan disini bahwa mengambil sebagian organ dari tubuh
mayit tidaklah bertentangan dengan ketetapan syara’ yang menyuruh
menghormatinya. Sebab yang dimaksud dengan menghormati
tubuh itu ialah menjaganya dan tidak merusaknya, sedangkan mengoperasinya
(mengambil organ yang dibutuhkan)
itu dilakukan seperti mengoperasi orang yang hidup dengan penuh
perhatian dan pebgormatan, bukan hanya merusak kehormatan tubuhnya.
Sementara
itu, hadits tersebut hanya membicarakan masalah mematahkan tulang
mayit, padahal pengambilan organ ini tidak mengenai tulang. Sesungguhnya yang
dimaksud hadits itu ialah larangan memotong-motong tubuh
mayit, merusaknya, dan mengabaikannya
sebagaimana yang dilakukan kaum jahiliah dalam
peperangan-peperangan –bahkan sebagian dari mereka
masih terus melakukannya hingga sekarang.
Itulah yang diingkari dan tidak diridhai oleh Islam.
Selain
itu, janganlah seseorang menolak dengan alasan ulama salaf
tidak pernah melakukannya, sedangkan kebaikan itu ialah
dengan mengikuti jejak langkah mereka. Memang benar,
andaikata mereka memerlukan hal itu dan mampu melakukannya, lantas mereka
tidak mau melakukannya. Tetapi banyak sekali perkara
yang kita lakukan sekarang ternyata belum pernah dilakukan
oleh ulama salaf karena memang belum ada pada
zaman mereka. Sedangkan fatwa itu sendiri dapat
berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat, tradisi, dan kondisi, sebagaimana
ditetapkan oleh para muhaqqiq.
Meskipun
demikian,dalam hal ini terdapat ketentuan yang harus dipenuhi yaitu tidak boleh
mendermakan atau mendonorkan seluruh atau sebagian banyak organ tubuh, sehingga
meniadakan hukum-hukum mayit bagi yang bersangkutan, seperti tentang kewajiban
memandikannya, mengkafaninya, menshalatinya, menguburnya di pemakaman kaum
muslin, dan sebagainya.
Ketentuan
seseorang yang dapat melakukan pendonoran dan didonorkan organ tubuhnya adalah
sebagai berikut :
1.
Orang muslim terhadap orang muslim lainnya yang
membutuhkan asalkan dapat memenuhi semua persyaratannya.
2.
Orang muslim terhadap orang nonmuslim yang
membutuhkan, tetapi tidak boleh diberikan kepada orang kafir kharbi yang
memerangi kaum muslim. Meliputi orang kafir yang memerangi kaum muslim lewat
perang pikiran dan yang brusaha merusak islam dari segala aspek. Demikian pula
tidak diperbolehkan mendonorkan organ tubuh kepada orang murtad yaitu orang
yang keluar dari agama islam. Sebab menurut pandangan islam orang murtad
berarti telah menghianati agama dan umatnya sehingga ia berhak dihukum mati.
·
Apabila ada dua orang membutuhkan batuan donor
organ tubuh yang satu muslim dan satunya nonmuslim, maka yang muslim itulah
yang harus di utamakan. Allah berfirman: “Dan orang yang beriman, laki-laki
dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang yang
lain...”(QS. At-Taubah : 71)
·
Seorang muslim saleh dan komitmen terhadap agama
islam lebih utama diberi donor dari pada orang fasik.
·
Apabila ada muslim yang menjadi kerabat atau
tetangga sipendonor, makanmereka lebih utama dari pada yang lain. Allah
berfirman :
“....Orang-orang
yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap
sesamanya (dari pada yang bukan kerabat) didalam kitab Allah....” (QS. Al-Anfal : 75)
3.
Orang nonmuslim kepada orang muslim yang
membutuhkan. Karena tubuh manusia tidak dapat diidentifikasi sebagai organ
tubuh islam atau kafir, ia hanya merupakan alat yang dipergunakan manusia
sesuai dengan aqidah dan pandangan hidupnya.
4.
Ahli waris boleh mendonorkan organ tubuh mayit
kepada sesorang yang membutuhkan. Hal ini didasarkan apabila seseorang telah
meninggal dunia, maka dia di anggap tidal layak memiliki sesuatu sesuatu.
Sebagaimana kepemilikan hartanya yang juga berpindah kepada ahli warisnya.
Pendonoran organ tubuh si mayit oleh ahli warisnya dapat menjadi perantara,
sebab terselamatkannya kehidupan orang lain yang membutuhkan organ tubuh
tersebut, misalnya ginjal dan jantung. Hanya saja para ahli waris tidak boleh
mendonorkan organ tubuh simayit jika sewaktu hidupnya si mayit berperan agar
organ tubuhnya tidak didonorkan, dan peran/wasiatnya itu wajib dilasanakan
selama bukan berisi maksiat
Pendapat
tentang diperbolehkannya donor organ tubuh bukan berarti memperjualbelikannya.
Karena jual beli sebagaimana dikatakan fuqaha adalah tukar menukar harta secra
suka rela, sedangkan tubuh manusia itu bukan harta yang dapat dipertukarkan dan
ditawar-menawarkan sehingga organ tubuh manusia menjadi objek perdagangan dan
jual beli.
Akan tetapi
jika orang yang menerima organ itu memberi sejumlah uang kepada pendonor tanpa
persyaratan dan tidak ditentukan sebelumnya, semata-mata hibah, hadiah, dan
pertolongan maka yang demikian itu hukumnya jaiz (boleh), bahkan terpuji.
Karena sama halnya dengan pemberian orang yang berhutang ketika mengembalikan
pinjaman dengan memberikan tambahan yang tidak dipersyaratkan sebelumnya. Hal
ini diperbolehkan oleh syara’ bahkan rasulullah saw. pernah melakukannya ketika
beliau mengembalikan hutang dengan yang lebih baik daripada pinjamannya, dan
bersabda:
اِنَّ
خِيَا رَكُمْ اَحْسضنُكُم قَضَاءً (رواه احمد و البخا رى)
Artinya : “Sesungguhnya
sebaik-baik orang diantara kamu ialah yang lebih baik pembayaran utangnya.” (HR.
Ahmad, Bukhori, Nasa’I, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Menurut mazhab
Hanafi dan Dzahiri Islam membolehkan jual beli barang najis yang ada manfaatnya
seperti kotoran hewan. Maka secara tidak langsung (qiyas) mazhab ini membolehkan
jual beli darah manusia, karena besar sekali manfaatnya bagi manusia guna
menolong jiwa sesama manusia yang memerlukan transfuse darah karena operasi,
kecelakaan, dan lainnya.
1. Donor kepada Non Muslim
Donor organ tubuh sama halnya dengan
menyedekahkan harta. Hal ini boleh dilakukan terhadap orang muslim dan non
muslim tetapi tidak kepada orang kafir yang memerangi kaum muslim/merusak Islam.
Begitupun dengan donor darah/organ tubuh kepada orang murtad. Karena menurut Islam
murtad berarti telah menghianati agama dan umatnya sehingga berhak dihukum
dibunuh.
Kemudian bagaimana sikap kita
apabila ada dua orang yang membutuhkan bantuan donor, yang satu muslim dan yang
satunya non muslim, maka utamakan yang muslim. Karena dengan ia membantu
memberi donor kepada muslim, berarti dia juga telah membantu melakukan ketaatan
kepada Allah dengan memberikan kemanfaatan kepada makhluk-Nya. Berbeda
dengan ahli maksiat yang memperguanakan nikmat Allah hanya untuk bermaksiat.
Jika muslim itu tetangga atau kerabat pendonor maka dia lebih utama dari pada
yang lain karena tetangga mempunyai hak yang lebih kuat, sesuai dengan firman
Allah dalam surat Al-Anfal : 75.
Mencangkok (transplantasi) organ
dari tubuh seorang nonmuslim kepada tubuh seorang muslim pada dasarnya tidak
terlarang. Mengapa? Karena organ tubuh manusia tidak diidentifikasi sebagai
Islam atau kafir, ia hanya merupakan alat bagi manusia yang dipergunakannya
sesuai dengan akidah dan pandangan hidupnya.
Apabila suatu organ tubuh
dipindahkan dari orang kafir kepada orang muslim, maka ia menjadi bagian dari
wujud si muslim itu dan menjadi alat baginya untuk menjalankan misi hidupnya,
sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT.
Hal ini sama dengan orang muslim
yang mengambil senjata orang kafir. Dan mempergunakannya untuk berperang fi
sabilillah. Bahkan sesungguhnya semua organ di dalam tubuh seorang kafir itu
adalah pada hakikatnya muslim (tunduk dan menyerah kepada Allah). Karena organ
tubuh itu adalah makhluk Allah, di mana benda-benda itu bertasbih dan bersujud
kepada Allah SWT, hanya saja kita tidak mengerti cara mereka bertasbih.
Kekafiran atau keIslaman seseorang
tidak berpengaruh terhadap organ tubuhnya, termasuk terhadap hatinya (organnya)
sendiri. Memang AL-Quran sering menyebut istilah hati yang sering
diklasifikasikan sehat dan sakit, iman dan ragu, mati dan hidup.
2.
Donor
orang kafir kepada orang Muslim
Mendonorkan organ tubuh/darah
nonmuslim kepada orang muslim tidak terlarang, karena organ tubuh manusia tidak
diidentifikasikan sebagai Islam atau kafir, melainkan hanya merupakan alat bagi
manusia yang dipergunakan sesuai dengan akidah dan pandangan hidupnya. Meskipun
orang kafir dikatakan najis.
Allah berfirman dalam surat At-Taubah : 28
yang artinya: “…sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis…”. Kata najis
dalam ayat tersebut bukanlah dimaksudkan untuk najis indrawi yang berhubungan
dengan badan, melainkan najis maknawi yang berhubunagna dengan hati dan akal
pikiran. Maka tidak terdapat larangan syara’ bagi orang muslim untuk
memanfaatkan organ tubuh orang nonmuslim.
BAB III
PENUTUP
Transplantasi organ adalah pemindahan suatu
jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ketempat lain pada
tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi
tertentu. Tujuan utama transplantasi organ adalah mengurangi penderitaan dan
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Kebanyakan dari para pemerhati masalah transpalasi
ini ketika membahas hukum Islam, mereka akan mengklasifikasikan kapan
transplantasi itu dilakukan, menurut Prof. Masyfuk Zuhdi, apabila pencangkokan
tersebut dilakukan pada saat pendonor dalam keadaan hidup sehat walafiat,
begitu juga sakit (koma)
atau hampir meninggal, maka hukumnya adalah dilarang (haram),
sedangkan apabila di lakukan
ketika pendonor sudah meninggal maka hukumnya ada yang mengharamkan, juga ada
yang memperbolehkannya dengan syarat- syarat tertentu.
Ketentuan seseorang yang dapat melakukan pendonoran
dan didonorkan organ tubuhnya adalah sebagai berikut :
1)
Orang muslim terhadap orang muslim lainnya yang
membutuhkan asalkan dapat memenuhi semua persyaratannya.
2)
Orang muslim terhadap orang nonmuslim yang
membutuhkan, tetapi tidak boleh diberikan kepada orang kafir kharbi yang
memerangi kaum muslim.
3)
Orang nonmuslim kepada orang muslim yang
membutuhkan.
4)
Ahli waris boleh mendonorkan organ tubuh mayit
kepada sesorang yang membutuhkan. Hal ini didasarkan apabila seseorang telah
meninggal dunia, maka dia di anggap tidal layak memiliki sesuatu sesuatu.
Pembuatan makalah ini
sangat jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan sumber yang kami peroleh.
Sehingga isi dari makalah ini masih bersifat umum, oleh karena itu kami harapkan agar pembaca
bisa mecari sumber yang lain guna membandingkan dengan pembahasan yang kami buat, guna mengoreksi
bila terjadi kelasahan dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fadhilah. 2011. Transplantasi Organ dalam
Pandangan Islam. https://fadhilah549.wordpress.com/2011/05/05/transplantasi-organ-dalam-pandangan-islam/ . Di akses pada tanggal 25 April 2018.
Khairatul, Hasanah. 2015. Makalah Transplantasi Organ Tubuh
dan Hukumnya. http://khairatulhasanah.blogspot.co.id/2015/06/makalah-transplantasi-organ-tubuh-dan.html . Di akses pada tanggal 25 April 2018.
Moh. Wildan Rahmat B Y. 2012. Makalah Ushul Fiqih – Transpaltasi Organ
Berdasarkan Pandangan Islam. https://wildanarchibald.wordpress.com/2012/05/29/makalah-ushul-fiqih-transpaltasi-organ-berdasarkan-pandangan-islam/ . Di akses pada
tanggal 25 April 2018.
Puput, Neneng. 2015. Transpalntasi Organ Tubuh.
http://makalahpendidikanagamaislamtarbiyah.blogspot.co.id/2015/09/transplantasi-organ-tubuh.html . Di akses pada
tanggal 25 April 2018.
Susanto, Afrian . 2016. Transplantasi
Organ Tubuh dan Transfusi Darah. https://stnj2016.blogspot.co.id/2016/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Di akses pada tanggal 25 April 2018.
Suwandy. 2105. Makalah Transplantasi Organ Tubuh
Menurut Pandangan Islam. http://suwandy93.blogspot.co.id/2015/04/makalah-transplantasi-organ-tubuh.html . Di akses pada tanggal 25 April 2018.
Vionita, Ana. 2014. Makalah Transplantasi
Organ Tubuh. http://anavionita.blogspot.co.id/2014/09/makalah-organ-tubuh-menurut-pandangan.html . Di akses pada
tanggal 25 April 2018.
Komentar
Posting Komentar