Makalah Mental Model dan Bekal Pemimpin Untuk Perubahan
Makalah
Kepemimpinan dan Berfikir Sistem Kesehatan Masyarakat
“Mental Model dan Bekal Pemimpin
untuk Perubahan”
Disusun
Oleh :
Wahyu
Hidaryani
1580100015
Mahasiswa Semester 5 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Bengkulu
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan
adalah bagian yang penting dari manajemen, setiap pemimpin diukur
keberhasilannya dari kemampuannya memprediksi perubahan dan menjadikan
perubahan tersebut sebagai suatu potensi. Dalam hal ini tentu saja akan
berhubungan dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh
seorang pemimpin dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor
individu itu sendiri seperti nilai dan norma yang dianut atau dikenal dengan
mental models dari pemimpin tersebut.
Mental
model adalah asumsi-asumsi atau generalisasi-generalisasi (paradigma) yang
terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana kita memahami, bersikap
dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin akan bertindak
atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi
yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari pengalaman-pengalaman yang
pernah dilaluinya, pengalaman membentuk pengetahuan-pengetahuan yang akan
menuntun dia dalam bertindak.
Rumusan masalah dari
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan mental model ?
2. Bagaimana
pergeseran mental model ?
3. Apa
bekal pemimpin untuk perubahan ?
Tujuan dari makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan mental model.
2. Untuk
mengetahui bagaimana pergeseran mental model.
3. Untuk
mengetahui apa bekal pemimpin untuk perubahan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Mental Model
Mental
karena ia ada (exist) dalam pikiran kita dan membentuk pikiran kita. Models karena ia kita konstruksikan dari
pengalaman kita dalam bentuk peta-peta mental. Beberapa definisi tentang mental
model yaitu :
a. Menurut
Peter Senge Mental models adalah asumsi-asumsi atau generalisasi-generalisasi
(paradigma) yang terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana kita
memahami, bersikap dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin
akan bertindak atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi
oleh asumsi-asumsi yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari
pengalaman-pengalaman yang pernah dilaluinya, pengalaman membentuk
pengetahuan-pengetahuan yang akan menuntun dia dalam bertindak.
b. Mental
Models; melakukan refleksi, melakukan klarifikasi secara terus menerus, dan
memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan melihat bagaimana gambaran
tersebut berpengaruh pada perilaku.
c. Model
mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri
tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya.
d. Mental
Models, proses bercermin dan meningkatkan gambaran diri tentang dunia luar dan
melihat bagaimana mereka
membentuk keputusan dan tindakan.
2.
Mental
Model sebagai bagian dari Learning Organization
Mental Model
adalah bagian dari lima disiplin dari Learning Organization oleh Peter Senge.
Learning Organization adalah usaha yang dilakukan oleh sebuah organisasi
yang melakukan proses pembelajaran. Hal ini ditujukan agar dalam sebuah
organisasi tersebut dapat tetap stabil meskipun banyaknya perubahan yang
terjadi. Dalam mewujudkan Learning Organisation dapat dilakukan dengan beberapa
cara seperti training, kursus, outbond, dan lainnya. Kehidupan
merupakan suatu proses dari pertumbuhan, dan kekuatan dari pertumbuhan itu
sendiri adalah dengan belajar. Dengan belajar, seseorang dapat mengembangkan
dirinya ke arah yang lebih baik. Proses belajar itu sendiri tidak akan berhenti
karena seseorang akan terus belajar selama hidupnya. Begitu pula dengan
organisasi. Keadaan lingkungan yang terus berubah, memaksa organisasi untuk
terus membenahi diri dan menghadapi perubahan itu dengan segala kemampuan yang
telah disiapkannya. Dengan kata lain, organisasi secara tidak langsung juga
selalu mengalami proses pembelajaran.
Perusahaan yang paling
sukses adalah perusahaan yang terbentuk learning organization, yaitu organisasi
yang anggotanya mampu mengembangkan kapasitasnya secara berkelanjutan dalam mewujudkan
hasil yang optimal. Perhatian yang cukup besar diarahkan kepada lima
disiplin yang diarahkan oleh Peter Senge, yaitu :
a. Personal
Mastery
b.
Mental Models
c. Shared Vision
d. Team
Learning
e. Systems
Thinking
Dalam lima disiplin ini mental model menjadi salah satu aspek
penting yang tidak bisa terpisahkan dalam mencapai tujuan organisasi. Hal ini
menjadikan mental model berkaitan erat dengan kepemimpinan
(Leadership).
Kepemimpinan (leadership) yang digunakan dalam Learning Organization itu adalah bukanlah orang
yang dominan dalam organisasi, tetapi bagaimana dia bisa menganggap orang dalam
sebuah organisasi sebagai kolega, tidak ada yang menonjol sendiri-sendiri, tidak unik yang
melebihi dari orang lain yang dapat berpikir sistem. Dalam konteks ini, maka
pemimpin menurut Senge, adalah sebagai designer, sebagai stewardess (pelayan),
teacher, dan
kepemimpinan bersama (share leadership) setiap orang bisa dilatih sebagai pemimpin.
Kepemimpinan dalam Learning Organization ini sangat penting diterapkan
dalam organisasi/institusi di bidang Kesehatan seperti halnya di Puskesmas. Kepala
Puskesmas yang baik tentu saja adalah kepala puskesmas yang berhasil
mempengaruhi motivasi kerja bawahannya, dengan motivasi kerja yang baik tentu
saja akan mempengaruhi performa atau kinerja dari bawahannya. Beberapa hasil
penelitian menunjukan bahwa peran kepala puskesmas seperti selalu memberikan
pengarahan, motivasi dalam bekerja juga komunikasi yang harmonis dengan bawahan
dapat meningkatkan kinerja dari pegawai. Dalam hal ini tentu saja akan berhubungan dengan
gaya kepemimpinan.
Mental models adalah asumsi-asumsi atau generalisasi-generalisasi
(paradigma) yang terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana kita
memahami, bersikap dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin
akan bertindak atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi
oleh asumsi-asumsi yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari
pengalaman-pengalaman yang pernah dilaluinya, pengalaman membentuk
pengetahuan-pengetahuan yang akan menuntun dia dalam bertindak.
Dari gambaran diatas dapat dipahami bahwa Mental Models yang baik dari
seorang pemimpin merupakan aspek yang tidak boleh dikesampingkan dalam
pencapaian tujuan organisasi dan dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan
staf atau karyawan.
Realitas sosial adalah kenyataan yang
dapat kita lihat dalam kehidupan manusia yang terwujud sebagai hasil hubungan
yang terjalin di antara sesama manusia. Untuk dapat melihat realitas sosial manusia, berikut ini
akan diuraikan satu per satu bentuk kesatuan manusia.
Konsep-konsep realitas sosial yang dipelajari oleh
sosiologi adalah
:
1. Keluarga
Keluarga
merupakan satuan sosial terkecil yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak.
Ketiga unsur itu dipersatukan oleh ikatan perkawinan, darah, atau adopsi yang
membentuk satu rumah tangga. Satu sama lain berinteraksi dengan perannya
masing-masing sebagai anggota keluarga. Selanjutnya, melalui keluarga mereka
mempertahankan sekaligus menciptakan kebudayaan. Keluarga
termasuk gejala sosial yang bersifat universal. Artinya, dalam masyarakat apa
pun akan dijumpai adanya kesatuan sosial yang disebut keluarga. Karakteristik keluarga, yaitu :
a. Keluarga
terdiri atas orang-orang yang bersatu karena ikatan-ikatan perkawinan, darah,
atau adopsi.
b. Para anggota
keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga.
c. Merupakan satu
kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi.
d. Keluarga itu
mempertahankan suatu kebudayaan bersama dan sekaligus menciptakan kebudayaan.
2. Masyarakat
Masyarakat
berarti kumpulan manusia yang relatif permanen, berinteraksi secara tetap, dan
menjunjung suatu kebudayaan tertentu. Ralph Linton mengartikan
masyarakat sebagai semua kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan
bekerja sama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya sebagai suatu
kesatuan dengan batas-batas tertentu. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling
bergaul atau saling berinteraksi secara tetap dan memiliki kepentingan
yang sama. Literatur lain memberikan pengertian tentang
masyarakat sebagai sistem sosial, yaitu sebagai organisme yang terdiri
atas bagian-bagian yang saling bergantung karena memiliki
fungsinya masing-masing dalam keseluruhan. Masyarakat memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
a.
Harus ada kelompok (kesatuan atau
kolektivitas manusia) yang relatif tetap.
b.
Telah berjalan dalam waktu yang cukup
lama dan bertempat tinggal dalam daerah tertentu.
c.
Adanya aturan (undang-undang yang
mengatur mereka bersama).
d.
Perekrutan seluruh atau sebagian
anggotanya melalui reproduksi atau kelahiran.
e.
Adanya sistem tindakan utama yang bersifat
swasembada.
f.
Kesetiaan pada suatu sistem tindakan
utama secara bersamasama.
g.
Akibat dari hidup bersama dalam jangka
waktu yang lama itu menghasilkan kebudayaan berupa sistem nilai, sistem
ilmu pengetahuan dan kebudayaan kebendaan.
3. Komunitas
Komunitas
adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan
sosial tertentu.Unsur-unsur komunitas meliputi :
a.
Unsur Seperasaan : Unsur
seperasaan mengakibatkan seseorang berusaha mengidentifikasi dirinya dengan orang orang
dalam kelompok tersebut, sehingga semua anggota kelompok menyebut dirinya
sebagai bagian dari komunitas. Perasaan sekelompok mendorong terwujudnya
solidaritas di antara anggota kelompok. Perasaan itu muncul manakala ada
kepentingan yang sama dari anggota kelompok dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
b.
Unsur Sepenanggungan : Setiap individu
sadar akan peranannya dalam kelompok. Dan, keadaan masyarakat itu sendiri
memungkinkan setiap anggota kelompok untuk menjalankan peranannya. Kondisi ini
memung kinkan anggota kelompok memiliki kedudukan yang pasti dalam
komunitasnya.
c.
Unsur Saling Memerlukan : Setiap anggota
suatu komunitas merasakan adanya ketergantungan terhadap komunitasnya, baik
secara material maupun spiritual. Sehingga antaranggota kelompok terjadi
hubungan saling memerlukan.
4. Perkumpulan /Asosiasi
Asosiasi atau
perkumpulan adalah suatu kehidupan bersama antarindividu dalam suatu ikatan.
Kumpulan orang atau sekelompok individu dapat dikatakan kelompok sosial apabila
memenuhi faktor-faktor sebagai berikut :
a.
Kesadaran akan
kondisi yang sama
b.
Adanya relasi
sosial.
c.
Orientasi pada
tujuan yang telah ditentukan.
Apabila
kelompok sosial dianggap sebagai sebuah kenyataan di masyarakat, maka individu
merupakan kenyataan yang memiliki sikap terhadap kelompok tersebut sebagai
suatu kenyataan subjektif. Di dalam masyarakat yang sudah kompleks, biasanya
individu menjadi kelompok sosial tertentu yang secara otomotis pula menjadi
anggota beberapa kelompok sekaligus, misal atas dasar keturunan, jenis kelamin
atau kekerarabatan tertentu. Keanggotaan mereka dalam kelompok dilakukan secara
individual dengan persyaratan keang-gotaannya secara sukarela. Asosiasi dapat
dikatakan juga sebagai perkumpulan.
1.
Pengertian
Konflik
Menurut Lawang konflik
diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka seperti
nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya dimana tujuan mereka berkonflik itu tidak
hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Konflik
dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok
dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan
(ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang relatif terbatas.
Konflik dapat
terjadi pada setiap individu dan kelompok dalam masyarakat, yang menuntut adanya
penyelesaian. Setiap orang sudah dapat dipastikan pernah mengalami konflik,
tidak terkecuali Anda, baik konflik secara pribadi maupun kelompok. Konflik
pribadi dapat terjadi antar individu atau dalam diri sendiri. Perbedaan pandangan
atau kepentingan atau pendapat dapat menjadi pemicu bagi munculnya konflik
pribadi. Konflik yang terjadi dalam diri individu dapat muncul manakala
terdapat perbedaan antara idealisme yang dimilikinya dengan kenyataan.
Apabila kita
amati dan perhatikan berbagai gejala dan fenomena kehidupan sehari-hari, baik yang
kita alami sendiri maupun melalui berbagai sumber informasi (seperti surat
kabar, majalah, radio, TV, dll) tentang konflik, diperkirakan ada sejumlah pola
konflik, yakni sebagai berikut :
a.
Konflik internal di terjadi dalam suatu
masyarakat lokal
b.
Konflik antara masyarakat lokal dengan
pemerintah daerah sendiri
c.
Konflik masyarakat antar daerah, suku,
agama, dan ras (SARA)
d.
Konflik antar dua atau lebih pemerintah
daerah
e.
Konflik antara masyarakat lokal dengan
pemerintah pusat sebagai penyelenggara negara
f.
Konflik antara pemerintah daerah dengan
pemerintah pusat
g.
Konflik antar elit di pemerintah pusat
yang berimbas pada atau diikuti oleh konflik masyarakat di tingkat lokal
2. Faktor
Penyebab Konflik
Terjadinya konflik sosial umumnya
melalui dua tahap, yaitu dimulai dari tahap keretakan sosial (disorganisasi)
yang terus berlanjut ke tahap perpecahan (disintegrasi). Timbulnya gejala-gejala
disorganisasi dan disintegrasi adalah akibat dari hal-hal berikut:
a.
Ketidaksepahaman para anggota kelompok
tentang tujuan masyarakat yang pada awalnya menjadi pedoman bersama.
b.
Norma-norma sosial tidak membantu lagi
anggota masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah disepakati.
c.
Kaidah-kaidah dalam kelompok yang dihayati
oleh anggotanya bertentangan satu sama lain.
d.
Sangsi menjadi lemah bahkan tidak
dilaksanakan dengan konsekuen.
e.
Tindakan anggota kelompok sudah
bertentangan dengan norma-norma kelompok.
Salah satu sebab terjadinya konflik
ialah karena reaksi yang diberikan oleh dua orang/ kelompok atau lebih dalam
situasi yang sama berbeda-beda. Selain itu, konflik mudah terjadi apabila
prasangka telah berlangsung lama. Menurut Gerungan, prasangka sosial (social
prejudice) terjadi karena :
a. Kurangnya
pengetahuan dan pengertian tentang hidup pihak lain
b. Adanya
kepentingan perseorangan atau golongan
c. Ketidakinsyafan
akan kerugian dari akibat prasangka
Dalam
sosiologi, konflik merupakan gambaran tentang terjadinya percekcokan,
perselisihan, ketegangan atau pertentangan sebagai akibat dari perbedaan-perbedaan
yang muncul dalam kehidupan masyarakat, baik perbedaan secara individual maupun
perbedaan kelompok. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan pendapat, pandangan,
penafsiran, pemahaman, kepentingan atau perbedaan yang lebih luas dan umum, seperti
perbedaan agama, ras, suku bangsa, bahasa, profesi, golongan politik dan
kepercayaan. Sumber terjadinya konflik dalam kehidupan masyarakat dapat
dikategorikan ke dalam lima faktor yaitu:
a. Faktor
perbedaan individu dalam masyarakat
Perbedaan invididu ini terjadi
berdasarkan pada perbedaan antar anggota masyarakat secara orang perorangan,
baik secara fisik dan mental maupun perbedaan material dan non-material. Perbedaan
fisik lebih menekankan pada keadaan jasmaniah, misalnya rupa atau kecantikan, kesempurnaan
indera dan bentuk tubuh. Perbedaan mental, misalnya kecakapan, kemampuan dan
keterampilan, pendirian atau perasaa. Sedangkan perbedaan material lebih
dicirikan dengan kepemilikan harta benda, misalnya orang kaya atau orang miskin,
dan perbedaan non-material berkenaan dengan status sosial seseorang. Sehingga
dari perbedaan-perbedaan tersebut menimbulkan pertikaian atau bentrokan di
antara anggota masyarakat.
b. Perbedaan
pola kebudayaan
Perbedaan yang terdapat antar daerah
atau suku bangsa yang memiliki budaya yang berbeda, atau terdapat dalam satu
daerah yang sama karena perbedaan paham, agama dan pandangan hidup. Sehingga
dari perbedaan pola kebudayaan tersebut dapat melahirkan dan memperkuat entiment
primordial yang dapat mengarah kepada terjadinya konflik antar golongan atau kelompok.
Misalnya di daerah transmigrasi terjadi konflik antara kaum pendatang dengan penduduk
asli.
c. Perbedaan
status sosial
Status sosial adalah kedudukan seseorang
dalam kelompok atau masyarakat, yang untuk mendapatkannya ada yang bisa
diusahakan (achieved status ) dan ada pula status yang diperoleh dengan tanpa
diusahakan (asdribed status). Status yang dapat diusahakan misalnya melalui
pendidikan, orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan berada pada
status sosial lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah,
sedangkan status yang tanpa diusahakan dapat diperoleh melalui keturunan,
seperti kasta dalam Agama Hindu atau kebangsawanan. Terdapatnya beragam
kedudukan dalam masyarakat dapat menimbulkan perselisihan untuk mendapatkan
kedudukan yang baik, terutama ascribed status.
d. Perbedaan
kepentingan
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
manusia memiliki kepentingan dan usaha yang
berbeda, baik kebutuhan dasar maupun kebutuhan sosial, yang dapat
menimbulkan pertentangan antar individu atau kelompok. Pada masyarakat nomaden
sering terjadi pertikaian antar kelompok untuk mendapatkan daerah yang subur,
sedangkan pada masyarakat industri sering terjadi perselisihan untuk
mendapatkan bahan baku atau konsumen dan dalam aspek kehidupan politik terjadi
perselisihan antar kelompok untuk mendapatkan partisipan. Jadi konflik yang
terjadi karena perbedaan kepentingan dapat terjadi pada setiap masyarakat
dengan berbagai tingkatannya.
e. Terjadinya
perubahan sosial
Perubahan sosial dengan konflik terdapat
hubungan karena perubahan sosial dapat terjadi akibat konflik sosial dan
sebaliknya perubahan sosial dapat menimbulkan konflik. Masuknya unsur-unsur
baru ke dalam suatu sistem sosial dapat menimbulkan perubahan sosial yang dapat
dapat memicu terjadinya konflik apabila anggota masyarakat tidak seluruhnya menerima.
Misalnya, penggunaan traktor pada bidang pertanian telah merubah struktur mata pencaharian
dan melahirkan konflik antara petani dengan buruh tani (tenaga kerja).
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik di
dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Adanya
perbedaan kepribadian, pendirian, perasaan atau pendapat antar individu yang
tidak mendapat toleransi di antara individu tersebut, sehingga perbedaan
tersebut semakin meruncing dan mengakibatkan munculnya konflik pribadi.
2) Adanya
perbedaan kebudayaan yang mempengaruhi perilaku dan pola berpikir sehingga dapat
memicu lahirnya pertentangan antar kelompok atau antar masyarakat.
3) Adanya
perbedaan kepentingan atau tujuan di antara individu atau kelompok, baik pada dimensi
ekonomi dan budaya maupun politik dan keamanan.
4) Adanya
perubahan sosial yang relatif cepat yang diikuti oleh adanya perubahan nilai
atau sistem sosial. Hal ini akan menimbulkan perbedaan pendirian di antara
warga masyarakat terhadap reorganisasi dari sistem nilai yang baru tersebut,
sehingga memicu terjadinya disorganisasi sosial.
3.
Tahapan Terjadinya Konflik
a. Pra Konflik : Kondisi dimana tidak
terdapat kesesuaian sasaran di antara parapihak sehingga dapat berkelanjutan
menjadi konflik. Ditandai adanya ketegangan hubungan di antara para pihak dan
atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lainnya.
b. Konfrontasi
: Konflik terbuka di mana hubungan
parapihak menjadi sangat tegang dan mengarah pada polarisasi di antara para
pendukungnya; ditandai adanya pertikaian dan kekerasan pada tingkat rendah
masing-masing pihak, serta upaya mencari dukungan untuk meningkatkan taraf
konfrontasi itu sendiri.
c. Krisis : kondisi yang
menunjukkan klimaks suatu konflik, ditandai ketegangan dan atauj kekerasan yang
paling hebat. Para pihak sudah tidak ingin saling berkomunikasi dan saling
perang pernyataan bahkan fisik (senjata).
d. Akibat
: Situasi tertentu yang timbul dari krisis.
Pada tahap ini tingkat ketegangan,
konfrontasi, dan kekerasan mulai
menurun dan terdapat kemungkinan
penyelesaian. Dapat berbentuk menang-kalah,
menang-menang, atau kalah-kalah.
e. Paska Konflik : Kondisi
konflik dapat diselesaikan dan ketegangan berangsur kurang. Hubungan para pihak
mengarah padal situasi normal. Namun, jika: pemicu konflik tidak diatasi1
dengan pendekatan yang tepat, dapat berakibat fatal yaitul kembali pada tahap
pra konflik tidak sebagai awal siklus.
D. Pergeseran Mental Model
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Mental Models Pemimpin yaitu :
a. Deception
Deception atau tipuan adalah salah
satu hal yang perlu diwaspadai. Deception
ada tiga hal yaitu :
1) Self
- Deception : Ada sementara orang yang berpendapat bahwa dirinya sudah tidak
bisa berubah. Hal ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk penipuan pada diri
sendiri. Pada kenyataannya, setiap hari kita pasti mengalami perubahan,
misalnya perubahan umur, perubahan dalam hal makan. Atau ada juga orang yang
selalu mengatakan: ‘ Ya….apa boleh buat, mungkin ini memang sudah nasib saya,
kondisi sudah tidak dapat diubah lagi .’ Ini adalah contoh lain dari self-deception . Sekalipun mungkin kondisi
yang dialami masih tetap sama, tetapi seorang pemimpin harus mampu mengubah
cara berfikirnya dengan mengatakan bahwa kondisi ini masih sangat mungkin untuk
berubah. Pemimpin harus memiliki mental model bahwa segala sesuatu buatan
manusia pada dasarnya masih dapat diubah/berubah.
2) Deceiving
Others : Membohongi, apa pun bentuknya, adalah suatu tindakan yang merugikan
orang lain dan bahkan diri sendiri. Demi untuk mencapai keuntungan pribadi,
orang sering harus melakukan tindakan ‘membohongi orang lain.’ Atau untuk
supaya tidak menyakiti orang lain, orang terpaksa melakukan apa yang disebut
sebagai ‘white lie’ . Ditinjau dari arti kata yang digunakan, white lie is a lie . A lie atau sebuah kebohongan tetap selalu
mempunyai nilai negatif. Seorang pemimpin tidak semestinya melakukan ‘white lie’, apa pun alasannya.
3) Deceived
by Others : Ditipu oleh orang lain, demikianlah kira-kira terjemahan dari deceived by others. Jika menipu orang lain
merupakan hal yang sebaiknya tidak dilakukan oleh pemimpin, maka ditipu oleh
orang lain juga menjadi satu hal yang mestinya tidak boleh terjadi pada seorang
pemimpin. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus memiliki kepekaan tinggi untuk
mengantisipasi orang lain yang berusaha untuk menipu atau mencari keuntungan
dengan memanfaatkan kelemahannya.
b. Boundaries
atau Pembatas
Dalam membangun sebuah hubungan
antar manusia, selalu ada boundaries
yang harus dipasang. Boundaries diperlukan untuk melindungi diri sendiri.
Setiap orang perlu membuat boundaries terhadap
orang lain. Siapa pun tidak perlu merasa tersinggung ketika orang lain menunjukkan boundaries-nya . Seorang pemimpin yang tidak
membuat boundaries akan repot sendiri
dan kehabisan waktu karena harus menanggapi semua orang yang mendatanginya.
c. Making
Decision
Setiap orang dalam setiap hari
diharuskan untuk membuat banyak keputusa. Tingkatan keputusan yang dibuat
sangat bervariasi: sangat penting, penting, kurang penting. Saat membuat
keputusan pun dapat bervariasi: tergesa-gesa, dengan pertimbangan yang matang,
atau ada juga yang penting membuat keputusan. Seorang pemimpin tentu saja
diharapkan dapat membuat keputusan seakurat mungkin, karena keputusan yang
dibuat akan berdampak pada orang lain. Meyer dalam artikelnya yang berjudul ‘
Unplug the flow of forgiveness’ mengatakan bahwa kehidupan kita hari ini
merupakan hasil dari keputusan yang dibuat sebelumnya dan bahwa salah satu
keputusan penting yang dapat meringankan hidup seseorang adalah keputusan untuk
memberi maaf secara tulus. Dengan demikian, sebenarnya setiap hari orang harus
selalu dalam keadaan ‘sadar’, karena setiap hari selalu ada keputusan yang
harus dibuat. Sebagai seorang pemimpin, jangan sampai ia membuat keputusan
dalam keadaan setengah sadar.
d. Obedience
or disobedience, both are costly
Obedience diartikan sebagai patuh
atau tunduk, tetapi patuh atau tunduk untuk hal yang bersifat positif.
Obedience di sini juga tidak semata-mata ditujukan pada orang, tetapi bisa pada
peraturan, atau ketentuan, misalnya: patuh dalam menegakkan kejujuran dan
keadilan. Sekilas kelihatannya patuh atau tunduk memberatkan, tetapi kalau
ditinjau lebih dalam lagi, ketidakpatuhan justru lebih memberatkan. Contoh:
kepatuhan seseorang dalam menegakkan kejujuran di bidang keuangan mungkin akan
mendapatkan reaksi yang keras di kalangan tertentu, tetapi ketidakpatuhannya
dalam hal yang sama juga akan memiliki dampak yang tidak enak, bahkan mungkin
lebih tidak enak.
Ketika seorang pemimpin
memiliki mental model yang positif, maka
akan lebih mudah baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki mental model yang positif pula. Memiliki mental model yang positif, menjadi salah satu
modal dalam mencapai keberhasilan. Dengan demikian, sangat penting bagi seorang
kepala Puskesmas untuk menekankan pentingnya mengembangkan mental model yang positif. Kepala puskesmas
sebagai seorang pemimpin dengan mental models yang baik akan menciptakan
keberhasilan dari dalam terlebih dahulu sebelum akhirnya keberhasilan itu
benar-benar menjadi kenyataan.
1.
Pemimpin Perubahan
Pemimpin
perubahan adalah pemimpin yang mampu melakukan perubahan. Tidak semua orang
yang memegang puncak kekuasaan dan wewenang dapat menjadi pemimpin perubahan.
Banyak orang memegang jabatan tetapi bukan pemimpin perubahan, melainkan hanya
bisa mengelola organisasi. Biasanya pemimipin itu bekerja hanya berdasarkan
aturan, sistem yang sudah berjalan yang dibuat oleh pendahulunya, sulit merubah
keadaan yang ada, fokusnya hanya mempertahankan aturan dengan sistem yang sudah
berjalan seperti apa adanya.
Sebaliknya
pemimpin perubahan selalu mengantisipasi perubahan daripada bereaksi terhadap
perubahan. Sadar sebelum perubahan memberi dampak buruk, sehingga ketika
perubahan datang, tidak berdampak buruk terhadap kinerja organisasi yang
dipimpinnya. Ketika perubahan mulai memperlihatkan hasil baik, tidak akan
sombong, tetapi justru dijadikan sarana untuk pemompa semangat untuk mencapai
hasil yang lebih baik.
Pemimpin
perubahan merayakan hasil bersama-sama teamnya, karena sadar perubahan tidak
akan bisa dilakukan tanpa bantuan orang lain. Pemimpin yang tidak akan arogan,
sehingga tidak menuntut imbalan lebih atas keberhasilannya.
Perubahan
adalah agenda besar di era globalisasi seperti saat ini, oleh karena itu
pemimpin perlu mempunyai jiwa yang besar. Berhasil tidaknya perubahan, salah
satunya dipengaruhi oleh karakter seorang pemimpin. Secara umum, ada 3 karakter
penting yang harus dimiliki seorang pemimpin perubahan, yaitu: Kredibilitas,
Integritas, dan Kapabilitas.
Kredibilitas
adalah kombinasi antara kualitas dan kapabilitas untuk menumbuhkan kepercayaan.
Integritas, artinya kesesuaian antara apa yang diyakini dengan apa yang
dikatakan dan diperbuatnya. Kredibilitas dan Integritas akan melahirkan trust
dari pengikutnya. Ini modal penting bagi seorang pemimpin dalam menakhodai
kapal kepemimpinan. Sedangkan Kapasitas, adalah pemimpin yang mampu memahami
dan menguasai seluk beluk problem yang ada, serta mampu mengambil keputusan
yang tepat demi kemaslahatan bersama. Dalam istilah kimia, kapasitas disamakan
dengan Valensi. Hampir seluruh pemimpin besar yang telah berhasil melakukan
perubahan besar pada zamannya memiliki tiga karakter tersebut diatas. Oleh
karena hal tersebut para pemimpin perubahan sebelum mampu memimpin orang lain,
diharapkan mampu memimpin diri sendiri, hal ini selaras dengan konsep yang
ditawarkan dalam konsep Kubik Leadership.
2.
Kubik
Leadership
Dalam
konsep Kubik Leadership, “Leadership”
ditujukan untuk diri sendiri, yaitu berupa kemampuan untuk memimpin diri
sendiri, bukan memimpin orang lain. Pada dasarnya setiap orang adalah pemimpin,
siapapun, apapun pekerjaannya, apapun perannya, sehingga perlu untuk memimipin
diri sendiri sebelum mampu memimpin orang lain dengan baik.
Isitlah
“Kubik” mengacu pada satuan isi sebuah ruang tiga dimensi yang terdiri dari
sumbu x, y, dan z. Ketiga sumbu x, y, dan z menggambarkan pada tiga anatomi
kepepmimpinan diri yang harus dikelola dalam diri kita, yaitu Kepemimpinan
terhadap Keyakinan, Kepemimpinan Aksi, dan Kepemimpinan Pekerti. Adapun uraian
secara garis besar mengenai Kubik Leadership, sebagai berikut:
a. Pemimpin
Keyakinan
1)
Prinsip Tuhan
2)
Prinsip Manusia
3)
Prinsip Alam
b. Pemimpin
Aksi
1) Kerja
KerAs
2) Kerja
CerdAs
3) Kerja
IkhlAs
c. Pemimpin
Pekerti
1)
Sikap Perilaku Positif
2)
Sikap Dan Perilaku Produktif
3)
Sikap Dan Perilaku Kontributif
3.
Mental
Models Untuk Pemimpin
Mental model
kelihatannya lembut tetapi sebenarnya sangat kuat dalam mempengaruhi tindakan
seseorang. Mental model seorang pemimpin memberikan pengaruh pada bawahannya.
Dalam hal ini, pengaruh yang diharapkan dapat diberikan kepada bawahannya tentu
saja adalah pengaruh positif. Jika pengaruh positif yang diharapkan,
berarti mental model yang dimiliki oleh
pemimpin juga harus mental model
positif. Mental Models seorang pemimpin yaitu :
a. Mental
Model Bagi pemimpin yang Memimpin Orang lain
Pemimpin yang kurang berhasil salah
satunya adalah karena tidak menyadari akan eksistensinya sebagai orang yang
harus berada di garis depan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman bagi
seorang pemimpin dalam mengembangkan
mental model sehingga ia akan lebih berhasil dalam memimpin.
1) Put
God at the Top Priority
Hal paling
penting dan harus dimiliki seorang pemimpin adalah meletakkan Tuhan pada
prioritas pertama. Fokus pada hal ini akan mempengaruhi pemimpin dalam
mengembangkan mental model nya.
2) Fear
of God
Setelah
menempatkan Tuhan pada urutan pertama dalam arti seperti yang diharapkan, maka
hal berikutnya adalah ‘ fear of God’. Jika hanya menempatkan Tuhan pada
prioritas utama tetapi tidak ada rasa takut akan Tuhan, maka yang muncul adalah
penonjolan ritual-ritual keagamaan belaka yang kurang memberi pengaruh positif.
Tetapi, jika seorang pemimpin menjadi orang yang fear of God,
hal-hal terlarang tidak akan dilakukan sekalipun tidak ada satu orang
pun yang melihat atau memeriksa. Dia sadar bahwa sekali pun orang tidak
melihat, tetapi Tuhan melihat.
3) Be
a Giver, Not a Taker
Menjadi ‘a giver, not a taker’ seperti yang
diharapkan akan sangat sulit dilakukan jika seorang pemimpin tidak memiliki
fondasi 1dan 2 di atas. Ketika yang selalu dipikirkan pemimpin adalah
menjadi a giver , maka mental model
yang muncul juga akan mengarah kesana.
Mental model terkait dengan giving principle sangat perlu dikembangkan, karena memberi
merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan bahwa dengan memberi orang
akan merasa memiliki arti dalam hidup.
4) The
Seed Must Lead
Selama pemimpin
memikirkan diri sendiri, maka yang terbaik dalam lembaga tidak akan pernah
dapat dicapai, sekali pun rencana yang dibuat sangat bagus, bahkan cenderung
sempurna. Untuk itu, terkait dengan prinsip
be a giver, not a taker,
seorang pemimpin perlu melengkapi dengan prinsip lain, yaitu: ‘The Seed must Lead’. Hal ini diibaratkan
seorang petani yang ingin menuai padi, ia harus menabur benih padi terlebih
dahulu. Apa yang diinginkan pemimpin haruslah ditabur terlebih dahulu sebagai
benih. Jika pemimpin menginginkan kerja sama yang baik, maka ia harus
menaburkan kerjasama yang baik dengan bawahan terlebih dahulu.
5) Unbelief
Leads to Disobedience
Ketidakpercayaan
dapat membawa seseorang pada ketidakpatuhan (unbelief leads to disobedience). Jika seorang pemimpin tidak
dipercaya, maka hal ini akan membawa ketidakpatuhan di kalangan anak buah atau
orang lain. Interpretasi lain dari unbelief leads to disobedience adalah jika pemimpin dapat dipercaya, maka
kepatuhan menjadi tumbuh. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang pemimpin
untuk dapat dipercaya. Dipercaya tentu saja tidak hanya terkait dengan masalah
uang saja tetapi dengan banyak hal, misalnya dipercaya karena memiliki tujuan
yang jelas.
b. Mental
Model yang Memimpin Diri Sendiri
1) Discipline
your mind
Jika dibiarkan
tidak terkontrol, pikiran dapat mengembara kemana-mana, memikirkan segala macam
hal. Jika hal ini terjadi maka pikiran dapat mempengaruhi keberhasilan
seseorang, karena yang bersangkutan menjadi tidak fokus dalam berpikir. Pikiran
yang liar akan berdampak pada pembentukan mental model yang liar juga.
2) Get
rid of lustful thinking
Get rid of
lustful thinking dapat digambarkan
sebagai berikut. Seorang yang membiarkan pikirannya memikirkan kegagalan,
sementara pada saat yang sama ia sedang melakukan berbagai cara agar pekerjaan
yang dikerjakan dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka sebenarnya
ia sedang mempertentangkan antara keberhasilan yang sedang diusahakan dengan
kegagalan yang ada di pikirannya. Dengan kata lain, ia membuka pintu dan
membiarkan musuh (dalam hal ini kegagalan) memasuki wilayah keberhasilan yang
sedang diperjuangkan. Get rid of lustful
thinking juga dimaksudkan supaya jangan mengotori pikiran dengan hal-hal
yang kotor, negatif, tidak sopan, atau yang tidak bermanfaat, yang akan
berpengaruh pada perkataan, dan pada akhirnya tindakan.
3) Think
a correct thinking and take the trash out
Mencegah supaya
pikiran jangan dibiarkan memikirkan hal-hal yang negatif atau mengarah pada
kegagalan belum cukup. Setelah dicegah, hal selanjutnya adalah mengisi dan
mengarahkan pikiran dengan hal-hal yang bermanfaat, sedangkan hal-hal yang
kotor (trash) dibuang. Jika hal-hal yang kotor tidak dibuang, maka pikiran akan
penuh dan sulit untuk ditambah dengan hal-hal baru yang sebenarnya bermanfaat
untuk kemajuan.
c. Mind
is the leader or forerunner of all actions
Pikiran merupakan awal dari semua
tindakan. Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan seorang pemimpin adalah
sebagai akibat langsung dari apa yang dipikirkan terus menerus. Oleh karena
itu, seorang pemimpin perlu memiliki pikiran yang bijaksana untuk menghasilkan
tindakan-tindakan yang bijaksana pula. Jika seseorang ingin maju, maka orang
tersebut harus memiliki mental model
yang memampukan dia untuk memimpin diri sendiri dengan benar.
4.
Karakter
Mental Model Seorang Pemimpin
1) Jujur.
Menampilkan ketulusan dan integritas dalam semua tindakannya. Dalam hal ini
perilaku manipulatif tidak akan menumbuhkan kepercayaan;
2) Kompeten
. Merupakan tindakan para pemimpin yang berbasis pada akal-fikiran, sikap dan
prinsip-prinsip moral. Atau tidak membuat keputusan berdasarkan keinginan,
perasaan, atau faktor emosional lainnya yang bersifat terlalu subyektif;
3) Berpandangan
ke depan. Memiliki tujuan dan visi masa depan. Pemimpin yang efektif membayangkan
(memiliki obsesi dan imajinasi) apa yang mereka inginkan dan bagaimana
mendapatkannya. Mereka biasanya memilih prioritas yang berasal dari nilai-nilai
dasar mereka. Suatu visi harus dimiliki oleh totalitas organisasi;
4) Menginspirasi.
Mampu menunjukkan kredibilitas dan orijinalitas dalam segala hal yang ia
lakukan. Menunjukkan keteladanan dan ketahanan dalam mental, fisik, dan stamina
spiritual, yang dengan bekal kredibilitas ini seorang pemimpin akan mudah
menginspirasi orang lain untuk meraih puncak prestasi baru, dan akan
mempertaruhkan reputasinya bila diperlukan;
5) Cerdas.
Gemar dan rakus membaca, haus belajar, dan senantiasa mencari tugas yang
menantang;
6) Adil
(fairness). Mampu menunjukkan perlakuan yang adil bagi semua orang. Menyadari
bahwa prasangka adalah musuh keadilan.Bersikap empati dan peka terhadap
perasaan, nilai-nilai, kepentingan, dan kesejahteraan orang lain;
7) Berwawasan
luas. Menyukai keragaman, kaya perspektif dan memiliki pandangan jauh kedepan;
8) Berani.
Memiliki ketekunan untuk mencapai tujuan, meski menghadapi risiko atau
rintangan yang berat. Selalu menampilkan ketenangan dan kepercayaan diri meski
dalam kondisi stres;
9) Lugas.
Memiliki penilaian yang baik tentang berbagai persoalan, dan menggunakannya
untuk membuat keputusan yang terbaik pada waktu yang tepat; dan
10) Imajinatif.
Mampu melakukan perubahan pada waktu yang tepat, dengan menggunakan pemikiran,
rencana, dan metode yang tepat pula. Juga mampu menampilkan kreativitas dengan
menciptakan tujuan baru yang lebih baik, sekaligus menemukan ide inovatif dan
solusi atau resolusi baru untuk memecahkan masalah.
5.
Kepemimpinan
Transformasi
Dalam konsep
kepemimpinan, pemimpin yang mampu memotivasi bawahannya untuk menjalankan hal
yang positif demi tercapainya tujuan organisasi dinamakam Kepemimpinan
Transformasional. Konsep awal tentang Kepemimpinan Transformasional ini
dikemukakan oleh Burn yang menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional
adalah sebuah peroses dimana pimpinan dan para bawahannya berusaha untuk
mencapai tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.
Seorang pemimpin
dikatakan transformasional diukur dari tingkat kepercayaan, kepatuhan,
kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat para pengikutnya. Para pengikut pemimpin
transformasional selalu termotivasi untuk melakukan hal yang lebih baik lagi
untuk mencapai sasaran organisasi.
Kepemimpinan
transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan perubahan
dalam organisasi. Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang
membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi
sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan
pribadinya pada saat itu.
Lebih lanjut,
kepemimpinan transformasional lebih mengandalkan pertemuan visi kedepan yang
dibangun berdasarkan konsesus bersama antara pemimpin dan anggota. Oleh karena
itu pemimpin tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang bertugas untuk
memberikan visi gerakan dan kemudian mendiseminasikan kepada anggotanya;
peminpin justru menjadi interpreter (penerjemah) visi bersama para anggotanya
untuk di transformasikan dalam bentuk kerja nyata kolektif yang mutual.
BAB III
PENUTUP
Mental
models adalah asumsi-asumsi atau generalisasi-generalisasi (paradigma) yang
terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana kita memahami, bersikap
dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin akan bertindak
atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi
yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari pengalaman-pengalaman yang
pernah dilaluinya, pengalaman membentuk pengetahuan-pengetahuan yang akan
menuntun dia dalam bertindak.
Pergeseran Mental Model merupakan Mempengaruhi
Mental Models seorang Pemimpin, diantaranya Deception, Boundaries atau Pembatas
dan Making Decision.
Pemimpin
perubahan adalah pemimpin yang mampu melakukan perubahan. Tidak semua orang
yang memegang puncak kekuasaan dan wewenang dapat menjadi pemimpin perubahan.
Mental model seorang pemimpin memberikan pengaruh pada bawahannya. Dalam hal
ini, pengaruh yang diharapkan dapat diberikan kepada bawahannya tentu saja
adalah pengaruh positif. Jika pengaruh positif yang diharapkan, berarti mental model yang dimiliki oleh pemimpin juga
harus mental model positif.
Pembuatan makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan, karena keterbatasan sumber yang kami peroleh. Sehingga isi dari
makalah ini masih bersifat umum, oleh karena itu saya harapkan agar pembaca
bisa mecari sumber yang lain guna membandingkan dengan pembahasan yang saya
buat, guna mengoreksi bila terjadi kelasahan dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Martuti. 2014. Kubik Leadership bagi Pemimpin Perubahan. https://www.academia.edu/31843088/Kubik_Leadership_Bagi_Pemimpin_Perubahan . Diakses pada tanggal 24 Oktober 2017.
Rininta Andriani. 2017. Mental Model Untuk Pemimpin. http://www.academia.edu/24224591/Mental_Model_Untuk_Pemimpin_Aplikasi_Model_Pendekatan_kepemimpinan_di_Puskesmas . Diakses pada tanggal 24 Oktober 2017.
Ningrum, Epon. 2015 .Konflik Dalam Proses Sosial. http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/TEMPAT_RUANG_DAN_SISTEM_SOSIAL/BBM_12.pdf
. Diakses
pada tanggal 07 November 2017.
Tim Penulis Unpad. 2016. Strategi Penanganan Konflik. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/03-Strategi-Penanganan-Konflik.pdf
. Diakses pada tanggal 07 November 2017.
Komentar
Posting Komentar